Loading
Menteri Hanif Faisol Nurofiq dalam perundingan plastik global Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5.2) di Jenewa. (Fot: Dok KLH)
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Pemerintah Indonesia memastikan tetap konsisten menjalankan langkah nyata dalam mengatasi polusi plastik, meskipun perundingan Global Plastic Treaty atau Perjanjian Plastik Global belum mencapai kata sepakat pada sesi kelima bagian kedua (INC-5.2) di Jenewa, Swiss.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa dengan atau tanpa adanya perjanjian global, Indonesia akan tetap melaksanakan strategi terukur untuk menghentikan polusi plastik.
“With or without treaty, Indonesia akan tetap mengambil langkah konkret, terencana, dan terukur untuk segera menghentikan polusi plastik,” ujar Hanif dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (18/8/2025).
Langkah tersebut sejalan dengan target pemerintah untuk menuntaskan pengelolaan sampah, termasuk plastik, hingga 100 persen pada tahun 2029, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Perundingan Global Tanpa Konsensus
Baca juga:
Indonesia Tegaskan Komitmen Atasi Polusi Plastik Meski Perundingan Global Belum Berbuah KesepakatanPerundingan INC-5.2 yang berlangsung 5–13 Agustus 2025 menghasilkan dua draf revisi, namun sidang pleno yang ditutup pada 15 Agustus tidak berhasil mencapai konsensus. Meski begitu, seluruh negara peserta menyepakati untuk melanjutkan proses menuju INC-5.3.
Hanif menilai, kegagalan mencapai kesepakatan bukan berarti upaya berhenti. Indonesia bahkan mengajukan sejumlah usulan tindak lanjut, mulai dari konsultasi terarah, peningkatan keterlibatan politik tingkat tinggi, hingga penguatan aspek teknis dan prosedural agar perjanjian global benar-benar ambisius, inklusif, dan implementatif.
Prioritas Indonesia dalam Perundingan
Dalam forum internasional tersebut, Indonesia menegaskan beberapa prioritas utama, antara lain:
Menghapus plastik bermasalah dan bahan kimia berbahaya.
Mendorong desain produk berkelanjutan yang tahan lama, bisa digunakan kembali, dan dapat didaur ulang.
Memperkuat sistem ekonomi sirkular dan pengelolaan sampah berkelanjutan dari hulu ke hilir.
Mencegah kebocoran plastik di seluruh siklus hidup produk.
Melakukan remediasi serta restorasi ekosistem yang tercemar plastik.
Indonesia juga mengusulkan metode cluster discussion atau pembahasan perjanjian berdasarkan tema tertentu. Selain itu, opsi Framework Convention disampaikan sebagai jalan tengah jika konsensus penuh sulit tercapai.
Seruan untuk Dukungan Global
Hanif menekankan bahwa pengambilan keputusan dalam perjanjian harus tetap berbasis konsensus demi menjaga inklusivitas. Ia juga menyoroti pentingnya dukungan pendanaan, alih teknologi, serta peningkatan kapasitas dari negara maju agar semua negara mampu memenuhi kewajiban dalam perjanjian plastik global.
“Menunda penghentian polusi plastik hanya akan memperburuk pencemaran, membahayakan kesehatan, dan menambah beban ekonomi. Hanya dengan persatuan, kerja sama, dan tanggung jawab bersama, kita bisa mewujudkan perjanjian yang efektif dan inklusif,” tegas Hanif dikutip Antara.
Dengan sikap ini, Indonesia bertekad tetap menjadi motor penggerak global dalam upaya mengakhiri krisis polusi plastik, sekalipun perundingan internasional belum menunjukkan hasil final.