Selasa, 30 Desember 2025

Kode Etik Pers tentang AI Jadi Panduan Penting Masyarakat Memilah Informasi di Era Digital


  • Kamis, 09 Oktober 2025 | 20:00
  • | News
 Kode Etik Pers tentang AI Jadi Panduan Penting Masyarakat Memilah Informasi di Era Digital Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antarlembaga dan Infrastruktur Dewan Pers Rosarita Niken Widiastuti (kiri) dan Pelaksana tugas Direktur Ekosistem Media Kementerian Komunikasi dan Digital Farida Dewi Maharani saat acara Literasi Media di Era AI: Membangun Masyarakat dan Jurnalisme yang Etis dan Bertanggung Jawab di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (9/10/2025). ANTARA/Natisha Andarningtyas.

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Di tengah derasnya arus informasi dan kemajuan teknologi, kehadiran kode etik pers tentang penggunaan artificial intelligence (AI) dinilai menjadi langkah penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap media dan membantu masyarakat memilah informasi yang benar.

Pelaksana tugas Direktur Ekosistem Media Kementerian Komunikasi dan Digital, Farida Dewi Maharani, menegaskan bahwa pedoman ini sangat dibutuhkan agar masyarakat tidak kebingungan membedakan mana informasi yang valid dan mana yang tidak.

“Dewan Pers sudah membuat panduan tentang bagaimana memanfaatkan AI dalam jurnalisme. Tanpa kode etik yang jelas, publik bisa sulit membedakan mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan,” ujarnya dalam acara literasi tentang AI di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Sebagai langkah konkret, Dewan Pers telah menerbitkan Peraturan Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik. Regulasi ini menjadi panduan bagi perusahaan media agar penggunaan teknologi tetap sejalan dengan prinsip-prinsip kode etik jurnalistik (KEJ).

AI dan Tantangan Baru Dunia PersPerkembangan AI membawa perubahan besar dalam ekosistem media. Kini, penyebaran informasi tidak lagi hanya mengandalkan media massa konvensional, tetapi juga media sosial yang dapat diakses siapa pun.

Namun, kemudahan ini juga memunculkan tantangan baru. Siapa saja bisa menjadi “produsen konten”, dan tidak semua informasi yang beredar terjamin kebenarannya.

Data Kementerian Komunikasi dan Digital menunjukkan bahwa 69 persen masyarakat Indonesia mendapatkan informasi harian melalui media sosial, jauh di atas televisi (56 persen), internet (63 persen), dan radio (5 persen). Angka ini menunjukkan betapa besarnya peran media sosial sebagai sumber utama informasi publik — sekaligus potensi penyebaran hoaks.

Peran Media Massa Tetap Vital

Meski menghadapi disrupsi digital, media massa tetap memiliki posisi strategis sebagai penjaga kebenaran informasi. Farida menekankan bahwa produk jurnalistik yang diterbitkan media resmi telah melalui proses verifikasi fakta, penyuntingan, dan uji etik redaksional.

Keberadaan media sangat penting. Media adalah pilar demokrasi, apalagi di tengah kondisi banjir informasi seperti sekarang ini,” tegasnya dilansir Antara.

Karena itu, ia mendorong semua pemangku kepentingan — baik media, pemerintah, akademisi, maupun masyarakat — untuk bersama-sama mengawal transformasi digital agar berjalan sehat, adil, dan berkelanjutan.

Menjaga Etika di Tengah Transformasi Teknologi

Farida juga mengingatkan bahwa adaptasi terhadap teknologi bukan hanya soal efisiensi kerja, tetapi juga tanggung jawab moral dalam menyajikan informasi.

“Media harus bisa memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan konten yang berkualitas tanpa mengabaikan nilai-nilai etik,” ujarnya.

Dengan adanya kode etik pers terkait AI, diharapkan industri media mampu menyeimbangkan antara inovasi teknologi dan integritas jurnalistik, sekaligus membantu publik menjadi lebih cerdas dalam memilah informasi di era digital.

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru