Loading
Kepala Biro Informasi Pertahanan Sekretariat Jenderal Kemhan, Kolonel (Arm) Rico Sirait. (Net)
MOROWALI, ARAHKITA.COM – Kementerian Pertahanan (Kemhan) memastikan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) siap berpartisipasi dalam misi perdamaian di Jalur Gaza. Kesiapan tersebut akan direalisasikan setelah pemerintah Indonesia menerima lampu hijau dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan arahan langsung dari Presiden.
Kepala Biro Informasi Pertahanan Sekretariat Jenderal Kemhan, Kolonel (Arm) Rico Sirait, menegaskan bahwa Indonesia selalu membuka ruang untuk berkontribusi dalam menjaga perdamaian dunia. Ia menyebut pengalaman panjang TNI dalam misi internasional menjadi modal kuat untuk keterlibatan di Gaza.
“Indonesia pada prinsipnya siap berkontribusi sesuai kapasitas dan rekam jejak dalam misi perdamaian. Namun keputusan akhir tetap menunggu arahan Presiden,” ujar Rico saat dihubungi di Morowali, Rabu (19/11/2025).
Masih Tahap Persiapan dan Pembahasan Internal
Rico menjelaskan bahwa TNI saat ini masih mempersiapkan sejumlah hal teknis, mulai dari kesiapan pasukan hingga dukungan logistik yang dibutuhkan jika misi ke Gaza benar-benar digelar.
Baik Kemhan maupun TNI juga belum menetapkan skema penugasan, termasuk jadwal keberangkatan ataupun struktur kontribusi Indonesia.
“Semua mekanisme masih masuk tahap pembahasan internal sambil menunggu keputusan Presiden mengenai waktu, bentuk kontribusi, dan skema keterlibatan Indonesia,” tambahnya dikutip Antara.
PBB Bentuk Pasukan ISF untuk Stabilitas Gaza
Dewan Keamanan PBB pada Senin (17/11/2025) secara resmi mengadopsi resolusi yang disponsori Amerika Serikat untuk membentuk International Stabilization Force (ISF) di Gaza. Pasukan ini akan bekerja sama dengan Israel dan Mesir dengan mandat awal selama dua tahun.
ISF ditugaskan untuk menjaga keamanan perbatasan Gaza, melindungi warga sipil, menyalurkan bantuan kemanusiaan, mendukung pelatihan ulang kepolisian Palestina, hingga mengawasi proses pelucutan senjata Hamas dan kelompok bersenjata lain.
Dari 15 negara anggota DK PBB, 13 negara mendukung resolusi, sementara Rusia dan China memilih abstain