Loading
Petugas menggunakan alat berat membersihkan material longsor di Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Kamis (27/11/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/agr
MEDAN, ARAHKITA.COM — Bencana hidrometeorologi kembali menjadi peringatan keras bagi masyarakat Sumatera Utara. Dalam beberapa hari terakhir, hujan ekstrem serta banjir bandang dan tanah longsor melanda 13 kabupaten/kota, menelan korban jiwa dan meninggalkan luka mendalam bagi banyak keluarga.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara melaporkan, 47 orang dipastikan meninggal dunia, sementara 9 orang masih dinyatakan hilang. Total korban yang berhasil terdata mencapai 123 orang, dengan 67 warga mengalami luka berat maupun ringan akibat terjangan banjir dan longsor.
Kepala BPBD Sumut Tuahta Ramajaya Saragih menyampaikan, Tapanuli Selatan menjadi wilayah dengan jumlah korban tertinggi yaitu 73 orang, terdiri dari 15 meninggal dunia dan 58 luka-luka. Wilayah lain yang turut terdampak yakni Humbang Hasundutan dengan 18 korban (5 meninggal, 4 hilang, 9 luka-luka), disusul Sibolga dengan 17 korban meninggal, serta Tapanuli Utara yang mencatat 8 korban (3 meninggal, 5 hilang).
"Di Tapanuli Tengah ada 4 korban meninggal, Pakpak Bharat 2 korban, dan Padangsidempuan 1 korban meninggal," ungkap Tuahta dalam keterangannya.
Secara keseluruhan, bencana hidrometeorologi menerjang 13 kabupaten/kota, meliputi Langkat, Sibolga, Deli Serdang, Medan, Binjai, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Padangsidimpuan, Pakpak Bharat, Nias Selatan, dan Humbang Hasundutan.
Dampak kerusakan memaksa ribuan warga mengungsi dari rumah mereka. Data sementara mencatat 3.000 jiwa mengungsi di Tapanuli Selatan, 776 KK di Mandailing Natal, 240 KK di Padangsidimpuan, dan 19 KK di Tapanuli Utara.
Penyebab: Siklon Tropis Senyar Picu Hujan Ekstrem
Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan menjelaskan bahwa cuaca ekstrem ini berkaitan dengan Siklon Tropis Senyar, bibit siklon yang mulai berkembang sejak 21 November 2025 di perairan timur Aceh dikutip Antara.
Hendro Nugroho dari BBMKG menyebut, siklon tersebut memicu peningkatan intensitas hujan hingga kategori ekstrem, disertai gelombang tinggi dan angin kencang. Tingginya kelembapan udara juga memperkuat peluang hujan lebat berkepanjangan di banyak wilayah Sumut.
Kondisi ini menunjukkan perlunya kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi perubahan iklim serta potensi bencana hidrometeorologi yang semakin sering terjadi.