Loading
Banjir dan longsor yang terjadi Sumatera 2025. (Net)
JENEWA, ARAHKITA.COM – Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) mengeluarkan peringatan keras terkait meningkatnya intensitas hujan monsun dan siklon tropis yang memicu banjir besar di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Dalam paparan terbaru di Markas PBB Jenewa, Selasa (2/12/2025), WMO menyebut bencana hidrometeorologi ini telah menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar, mengganggu aktivitas ekonomi, dan memaksa jutaan penduduk mengungsi.
Clare Nullis, pejabat WMO, menjelaskan bahwa Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Sri Lanka menjadi negara dengan dampak paling serius. Pola hujan monsun yang semakin ekstrem, berpadu dengan siklon tropis, memperbesar risiko banjir bandang di banyak wilayah yang sebelumnya dianggap cukup aman.
Nullis menegaskan bahwa kenaikan suhu global memperkuat potensi hujan lebat, sehingga membuat banjir terus menjadi ancaman utama kawasan Asia-Pasifik. “Intensitas hujan meningkat tajam dan tren ini belum menunjukkan tanda mereda,” ujarnya.
Indonesia & Vietnam Catat Korban Terbesar
Di Sumatra, laporan otoritas nasional mencatat lebih dari 600 orang meninggal dan 460 orang hilang, sementara total penduduk terdampak melampaui 1,5 juta jiwa. Kerusakan infrastruktur dan lahan pertanian menambah berat beban pemulihan.
Di Vietnam, hujan ekstrem terjadi berpekan-pekan. Sejumlah daerah menerima curah hujan lebih dari 1.000 mm, merusak situs bersejarah dan kawasan wisata. Rekor baru tercatat di Hue City dengan curah hujan 1.739,6 mm dalam 24 jam—angka yang diduga menjadi rekor kedua tertinggi di belahan bumi utara. Vietnam melaporkan 98 korban jiwa dan 10 orang hilang.
Filipina & Sri Lanka Dilanda Krisis Berlapis
Filipina, yang belum sepenuhnya bangkit dari badai sebelumnya, kini kembali bersiap menghadapi siklon baru. Di saat bersamaan, Sri Lanka mengalami salah satu bencana banjir dan longsor terparah dalam sejarahnya setelah dihantam Siklon Ditwah. Lebih dari 400 orang dilaporkan tewas atau hilang, dan total warga terdampak mencapai hampir satu juta jiwa. Pemerintah Sri Lanka menetapkan status bencana nasional.
UNICEF melalui Ricardo Pires menyebut sedikitnya 275.000 anak terdampak. Ia mengingatkan bahwa jumlah tersebut berpotensi lebih besar mengingat banyak daerah masih terisolasi.
Perlu Kolaborasi Regional & Sistem Prediksi yang Lebih Maju
WMO menegaskan bahwa krisis banjir lintas negara ini menunjukkan perlunya sistem prediksi iklim yang lebih tangguh, peningkatan kapasitas tanggap darurat, serta kolaborasi data antarnegara.
“Asia-Pasifik menghadapi aktivitas topan paling intens di dunia, dan tidak ada negara yang dapat menanganinya sendirian,” ujar Nullis, menekankan pentingnya kerja sama dalam menghadapi perubahan iklim dan ancaman hidrometeorologi ekstrem dilansir Antara.