Rabu, 31 Desember 2025

Jakarta Nomor Satu Kota Terpadat, Ancaman Banjir dan Ketimpangan Mengintai


  • Jumat, 19 Desember 2025 | 14:30
  • | News
 Jakarta Nomor Satu Kota Terpadat, Ancaman Banjir dan Ketimpangan Mengintai Foto: Foto: Warga memadati kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI) jelang malam pergantian tahun baru di Jakarta, Selasa (31/12/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

JAKARTA, ARAHKITA.COM -  Jakarta kembali mencuri perhatian dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menempatkan Jakarta sebagai kota terpadat nomor satu di dunia, menggeser Tokyo yang selama puluhan tahun berada di puncak daftar.

Dalam laporan World Urbanization Prospects 2025, PBB mencatat wilayah metropolitan Jakarta kini dihuni hampir 42 juta jiwa, melampaui Dhaka dan Tokyo. Lonjakan populasi ini membuat Jakarta naik dari posisi kedua menjadi yang teratas dalam daftar kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia.

Tokyo, yang sejak tahun 2000 mendominasi peringkat pertama, kini turun ke posisi ketiga dengan populasi relatif stabil di kisaran 33,4 juta orang. Sementara itu, Dhaka, Bangladesh, mencatat peningkatan paling signifikan. Kota tersebut melonjak dari peringkat sembilan ke posisi kedua dengan 36,6 juta penduduk dan bahkan diproyeksikan menjadi kota terbesar di dunia pada 2050.

Urbanisasi dan Krisis Iklim Jadi Pemicu

PBB menilai pesatnya pertumbuhan penduduk di Jakarta dan Dhaka dipicu oleh arus urbanisasi besar-besaran. Perpindahan penduduk dari desa ke kota didorong oleh peluang ekonomi yang lebih luas, namun juga oleh tekanan krisis iklim.

Di Bangladesh, banjir yang semakin sering serta kenaikan permukaan laut memaksa warga mencari kehidupan yang lebih aman di wilayah perkotaan. Kondisi serupa mulai dirasakan Jakarta, yang menghadapi kombinasi persoalan lingkungan dan tekanan penduduk.

Jakarta Terancam Tenggelam

Ancaman terbesar Jakarta datang dari faktor alam. Sejumlah penelitian memperkirakan sekitar seperempat wilayah Jakarta berpotensi berada di bawah air pada 2050, akibat penurunan muka tanah dan naiknya permukaan laut.

Meski pemerintah tengah membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, PBB justru memperkirakan jumlah penduduk Jakarta akan bertambah sekitar 10 juta orang dalam 25 tahun ke depan. Artinya, tekanan terhadap infrastruktur, lingkungan, dan layanan publik diperkirakan akan semakin berat.

Ketimpangan Sosial Kian Terasa

Ledakan populasi juga membawa dampak sosial yang nyata. Ketimpangan ekonomi dan keterjangkauan hidup di Jakarta semakin terasa, terutama bagi kelompok pekerja berpendapatan rendah. Sepanjang tahun ini, ribuan warga sempat turun ke jalan sebagai bentuk protes terhadap mahalnya biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi.

Kelompok seperti pengemudi ojek daring dan kurir menjadi gambaran nyata dari tekanan yang dirasakan masyarakat kelas bawah di tengah kota yang terus tumbuh tanpa henti.

Asia Jadi Episentrum Kota Raksasa Dunia

PBB mencatat jumlah megacity—kota dengan penduduk lebih dari 10 juta jiwa—kini mencapai 33 kota, atau meningkat empat kali lipat dibandingkan tahun 1975. Asia menjadi pusat urbanisasi global dengan 19 megacity, termasuk sembilan dari sepuluh kota terpadat dunia.

Daftar kota terpadat tersebut di antaranya Jakarta, Dhaka, Tokyo, New Delhi, Shanghai, Guangzhou, Manila, Kolkata, dan Seoul. Di luar Asia, hanya Kairo, Mesir, yang mampu menembus jajaran 10 besar kota terpadat dunia.

Definisi Kota Versi Baru PBB

Dalam laporan terbarunya, PBB menggunakan metodologi baru untuk menyelaraskan penghitungan kota di berbagai negara. Kota kini didefinisikan sebagai kawasan aglomerasi dengan kepadatan minimal 1.500 orang per kilometer persegi dan jumlah penduduk sedikitnya 50.000 jiwa.

Pendekatan ini turut mengubah peta peringkat sejumlah kota dunia, termasuk Teheran, yang kini tercatat berpenduduk sekitar sembilan juta orang dan tengah menghadapi krisis air serius hingga menerapkan pembatasan distribusi, dikutip dari CNBC Indonesia.

Peringatan PBB ini menjadi alarm keras bagi Jakarta untuk segera memperkuat perencanaan kota berkelanjutan, mitigasi perubahan iklim, serta kebijakan sosial yang berpihak pada masyarakat rentan, demi menjaga masa depan ibu kota tetap layak huni.

Editor : Patricia Aurelia

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru