Loading
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) sekaligus sebagai Staf Ahli Penjabat Gubernur Dr. Ahmad Atang (Harian Pijar)
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Dibawah kepemimpinan Penjabat (Pj) Gubernur Ayodhia Kalake, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) terus memberikan perhatian pada pembangunan masyarakat.
Namun, perkembangan pembangunan, kepemimpinan, dan jabatan merupakan persoalan persepsi.
Semakin tinggi persepsi publik terhadap kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda), maka tingkat apresiasi terhadap kebijakan pemimpin daerah tersebut akan semakin tinggi juga.
Begitu pun sebaliknya, jika persepsi publik terhadap yang dilakukan oleh Pemda itu negatif, maka tingkat kepercayaan public juga akan menurun.
Hal ini tidak bisa diukur karena masing-masing orang punya cara pandang yang subjektif.
Demikian disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) Dr. Ahmad Atang, saat ditemui awak media pada Sabtu, 06 April 2024.
“Itulah pola pikir,” tuturnya.
“Memang kita tidak bisa batasi, bahwa kita butuh mereka berpikir obyektif. Itu semacam himbauan, tetapi ruang-ruang public ini kan kita berikan untuk bagaimana masyarakat menilai,” lanjut Ahmad.
Ia menyatakan, bahwa Pemprov NTT kini konsen pada tiga program utama yaitu terkait Penanganan Masalah Stunting, Kemiskinan Ekstrim, dan Inflasi Daerah. Tentu, persoalan pembangunan di bidang lainnya tidak akan ditinggalkan.
Jika bicara tentang durasi waktu, kata dia, saat ini Ayodhia Kalake baru menjabat selama 6 bulan serta telah melakukan evaluasi triwulan pertama dan sekarang berada di triwulan kedua.
“Perlu juga dipahami, kehadiran beliau sebagai penjabat punya masa yang dibatasi. Hanya satu tahun. Kalau setelah dievaluasi saat masa jabatan akan selesai dan masih ada ruang untuk perpanjang waktu berarti bisa tambah masa jabatan, tetapi kalau tidak berarti dia akan berakhir masa jabatannya hanya satu tahun,” katanya.
Posisi Ayodhia Kalake bukanlah seorang politisi, melainkan pejabat karier. Seorang penjabat, baik di level provinsi maupun kabupaten/kota yang selalu dimunculkan adalah mereka yang senior di birokrasi.
“Karena kehadiran penjabat itu melaksanakan dua fungsi yaitu fungsi pembangunan dan fungsi administrasi,” ujar Ahmad.
Pj. Gubernur atau Pj. Bupati/Wali Kota tidak memiliki semacam visi-misi ataupun desain program tersendiri. Mereka hanya melanjutkan program pembangunan yang ada.
“Kalau kita lihat beliau selama 6 bulan berada di NTT, dia juga tidak mungkin datang langsung bekerja,” katanya.
“Dia musti juga melakukan semacam pendalaman terhadap tugas kerja, memahami atau setidaknya melakukan orientasi untuk memahami lingkungan kerja, membangun relasi dengan pejabat di level dinas, baru kemudian di level eselon 3 dan 4 dan staf dan seterusnya,” lanjut Ahman menambahkan.
Staf Ahli Pj. Gubernur ini juga menjelaskan, bahwa Ayodhia Kalake adalah sosok Pj. Gubernur yang tidak berasal dari pemda setempat, melainkan dari pejabat di Kementerian.
“Beliau kan bukan orang sini atau dari orang pemprov NTT, tetapi diangkat dari Kementerian untuk datang ke sini sehingga dia musti lakukan orientasi,” jelasnya.
Identifikasi permasalahan yang perlu dilanjutkan atau yang perlu diperbaiki akan dilakukan setelah orientasi dilaksanakan secara evektif. Tentu hal ini dilakukan dalam rentang waktu triwulan pertama.
“Maka dari itu kemudian diformulasikan pada tiga hal yang musti mendapat perhatikan serius selama menjabat yakni Masalah Stunting, Kemiskinan Ekstrim dan Inflasi daerah,” bebernya.
Untuk mengatasi 3 masalah tersebut tentu harus ada kolaborasi dengan melihat kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Dalam setiap rapat koordinasi, Pj. Gubernur selalu mengangkat tentang perhatian terhadap tiga program utama ini.
“Kalau saya tidak salah, stunting tertinggi kita saat ini sesuai data terdapat di Kabupaten TTS dan terendah di Kabupaten Sumba Tengah. Tetapi memang ada anomali di Sumba Tengah karena stunting terendah tetapi kemiskinan tertinggi,” tukas Ahmad.
Dalam penanganan stunting, menurutnya, Pj. Gubernur NTT saat ini mempromosikan Gerakan makan ikan dengan cara membagikan ikan secara gratis kepada masyarakat miskin.
Perlu diketahui ikan adalah sumber makanan bergisi yang merupakan potensi local karena NTT adalah daerah kepulauan dengan wilayah laut yang luas.
“Dengan pendekatan-pendekatan seperti ini kita tidak bisa langsung menyimpulkan bahwa dengan Gerakan Makan Ikan ini kemudian dapat membuat kasus stunting turun. Butuh waktu, butuh proses dan melibatkan banyak stakeholder untuk sampai kepada turunnya stunting,” terangnya.
Begitu pun dengan sejumlah kasus kemiskinan ekstrim. Persoalan yang satu ini sangat problematic karena bukan soal urusan makan dan minum saja, tapi juga tentang mental masyarakat. Jadi pembenahannya tidak hanya pendekatan ekonomi tetapi pendekatan budaya juga harus dilakukan.
Kalau pun masalah stunting dan miskin ekstrim tidak dapat diselesaikan, kata Ahmad, setidaknya ada gerakan sebagai langkah awal sebagai lanjutan dari apa yang sudah dibuat gubernur sebelumnya.
Sementara itu, terkait inflasi daerah, yang telah dilakukan Ayodhia saat berkunjung ke daerah-daerah atau kabupaten adalah operasi pasar. Ini bertujuan untuk menekan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok.
“Hasilnya terbukti saat ini Inflasi NTT berada di posisi satu koma, tidak sampai ke angka dua persen, dan lebih rendah dibanding angka inflasi nasional,” pungkasnya.
Selain itu, menurut Ahmad, selama 6 bulan ini banyak dilakukan pembenahan ke dalam untuk memperkuat penanganan tiga program utama tersebut.
“Tapi tentunya dia juga tidak menutup mata dengan personal-persoalan lain yang mendesak lainnya yang harus ditangani segera, seperti soal Bank NTT, soal guru honor, soal P3K soal pekerja migran, dan human trafiking,” tandasnya.
Walaupun harus diakui, persoalan tersebut merupakan persoalan lama yang selalu muncul di setiap kepemimpinan siapa pun, sebagai Pj. Gubernur NTT, Ayodhia tentu tidak menghindar dan tetap melakukan upaya perbaikan dengan durasi waktu yang tidak banyak, yakni 6 bulan kedepan.