Loading
Kematian Akibat Resistensi Antibiotik di Indonesia Terus Meningkat. (Ilustrasi Grid.id)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Kementerian Kesehatan menyebut bahwa angka kematian akibat antimicrobial resistence (AMR) terus meningkat, yakni 1,2 juta kematian pada 2019, dan diprediksi pada 2050 meningkat menjadi 10 juta kematian.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, mengatakan, saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengupayakan penanganan tiga isu terkait AMR, yaitu ketidaktahuan publik, terlalu mudahnya akses ke antibiotik, serta penggunaan antibiotik di sektor pertanian."Di Indonesia, ternyata penggunaan antibiotik yang serampangan menjadi salah satu penyebab utama. Kondisi ini disebabkan beberapa hal. Pertama, masih banyaknya masyarakat yang belum tau dan kedua, terlalu mudahnya masyarakat mendapatkan antibiotik tanpa resep dokter," kata Azhar di Jakarta, Kamis, dilansir Antara.Penjualan obat tanpa resep dokter kerap dilakukan di apotek, warung, bahkan toko obat berizin, sehingga dia menyoroti perlunya peningkatan pengawasan agar obat-obat seperti itu tidak dijual tanpa resep dokter.Isu lainnya, kata Azhar, adalah penggunaan antibiotik dalam pertanian. Para petani atau peternak menggunakan antibiotik untuk menjaga kesehatan hewan ternak, semisal sapi, ikan, ayam.Kemudian, lanjutnya, penggunaan antibiotik tersebut berakumulasi dalam tubuh hewan, dan ketika dikonsumsi manusia, meningkatkan resistensi terhadap antimikroba.Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pihaknya menggelar seminar sehari dalam Pekan Kesadaran AMR Sedunia (World AMR Awareness Week/WAAW) sebagai upaya untuk mengedukasi.
Adapun WAAW, yang diperingati pada 18-24 November, adalah inisiatif Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengedukasi publik guna mengurangi angka AMR.
Baca juga:
Bakteri Super Bisa Tewaskan Jutaan Orang dan Rugikan Ekonomi Dunia hingga US$ 2 Triliun pada 2050Selain itu, kata Azhar, materi tentang AMR juga dimasukkan dalam standar akreditasi mereka agar para dokter dan tenaga kesehatan tidak memberikan antibiotik secara sembarangan.Pihaknya juga menggandeng pemangku kepentingan terkait, seperti Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dalam upaya pencegahan AMR secara lintas sektor.