Rabu, 31 Desember 2025

Aturan Pajak E-Commerce Difokuskan pada Kemudahan Administrasi, Bukan Target Penerimaan


 Aturan Pajak E-Commerce Difokuskan pada Kemudahan Administrasi, Bukan Target Penerimaan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal dan Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Rosmauli dalam taklimat media di Jakarta, Senin (14/7/2025) malam. (ANTARA/Imamatul Silfia)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa penerapan pajak dalam transaksi niaga elektronik (e-commerce) bukan ditujukan untuk mengejar penerimaan negara secara langsung, melainkan demi menyederhanakan proses administrasi dan mendorong kepatuhan sukarela para wajib pajak.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menjelaskan bahwa dampak dari kebijakan ini tidak akan langsung terlihat dari sisi penerimaan negara dalam waktu dekat. Namun, manfaat jangka panjangnya lebih signifikan karena menciptakan sistem administrasi yang lebih sederhana dan meningkatkan kesadaran pajak.

"Tujuan utamanya adalah membangun kerangka kepatuhan wajib pajak. Dampak administratif dan kesederhanaan dalam pelaporan jauh lebih besar dibanding sekadar rupiah yang masuk," ujar Yon dalam sesi taklimat media di Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Yon menambahkan bahwa kebijakan ini bukan merupakan pajak baru. Pelaku usaha yang memiliki omzet lebih dari Rp500 juta per tahun akan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen, baik bersifat final maupun tidak final. Bedanya, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, pungutan dilakukan secara otomatis melalui lokapasar (marketplace).

Kebijakan ini sekaligus merespons berbagai masukan dari pelaku usaha yang mengharapkan perlakuan setara dalam hal perpajakan. Kini, pedagang tidak perlu lagi repot menghitung dan menyetor pajaknya sendiri karena sudah dibantu oleh platform tempat mereka berdagang.

"Pungutan otomatis dari platform diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan sukarela. Banyak pelaku usaha kesulitan karena minimnya pengetahuan atau infrastruktur perpajakan. Ini yang ingin kita bantu sederhanakan," kata Yon dikutip Antara.

Menurutnya, kemudahan administrasi ini bisa menjadi solusi jangka panjang dan berkelanjutan dalam memperluas basis pajak. Terlebih, tarif pungutan 0,5 persen relatif kecil sehingga lebih ringan bagi pelaku usaha.

Sebagai informasi, PMK 37/2025 telah resmi ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2025 dan mulai diundangkan pada 14 Juli 2025. Regulasi ini menetapkan bahwa penyedia platform digital atau lokapasar (PPMSE) menjadi pihak yang memungut pajak dari pedagang yang berjualan di platform mereka.

Adapun yang dikenai pungutan adalah pedagang dengan omzet bruto tahunan di atas Rp500 juta, yang dibuktikan melalui surat pernyataan kepada platform. Sementara itu, pelaku usaha dengan omzet di bawah angka tersebut tidak dikenai pajak ini.

Beberapa transaksi juga dikecualikan dari kebijakan ini, antara lain jasa ekspedisi, layanan transportasi online (ojek daring), penjualan pulsa, dan perdagangan emas.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru