Selasa, 30 Desember 2025

Ekonom Indef Ingatkan: Waspadai Ancaman Middle-Income Trap akibat Kesepakatan Dagang RI-AS


 Ekonom Indef Ingatkan: Waspadai Ancaman Middle-Income Trap akibat Kesepakatan Dagang RI-AS Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman dalam diskusi virtual yang diadakan Indef dan Universitas Paramadina di Jakarta, Rabu (16/10/2024). ANTARA/M. Baqir Idrus Alatas (Muhammad Baqir Idrus Alatas)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Kesepakatan tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat mendapat sorotan serius dari kalangan ekonom. Kepala Departemen Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Rizal Taufikurahman, menilai perjanjian tersebut berisiko memperbesar potensi middle-income trap jika tidak dibarengi strategi hilirisasi dan penguatan sektor manufaktur nasional.

Dalam pernyataan yang disampaikan pada Rabu (16/7/2025), Rizal menyebut bahwa dominasi ekspor bahan mentah—terutama komoditas strategis seperti tembaga—dapat melemahkan fondasi ekonomi jangka panjang Indonesia.

“Kita perlu hati-hati. Jika ekspor tembaga terus dilepas dalam jumlah besar tanpa perencanaan matang, bukan hanya nilai tambah yang hilang, tapi juga kedaulatan ekonomi kita yang dipertaruhkan,” ujarnya.

Trump Incar Tembaga, Tarif Turun Tapi Ada Risiko

Sorotan Rizal muncul menyusul pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengonfirmasi ketertarikannya terhadap impor tembaga Indonesia. Pernyataan itu disampaikan bersamaan dengan keputusan AS untuk menurunkan tarif impor produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen.

Menurut Rizal, meski penurunan tarif terlihat sebagai peluang, ekspor berlebihan komoditas mentah tanpa proses hilirisasi bisa berdampak negatif.

“Tembaga bukan hanya bernilai komersial tinggi, tapi juga menjadi bahan kunci untuk transisi energi dan roadmap hilirisasi nasional. Kalau tidak dijaga, kita hanya jadi penyuplai mentah dan kehilangan masa depan industri kita,” kata dia.

Perlu Kebijakan Protektif: Kuota, DMO, dan Safeguard

Rizal mendorong pemerintah agar segera menetapkan sejumlah langkah protektif, termasuk kuota ekspor, kewajiban pasokan dalam negeri (domestic market obligation/DMO), serta skema harga ganda yang adil. Tujuannya adalah melindungi kebutuhan nasional sekaligus memastikan nilai tambah tetap berada di dalam negeri.

Ia juga menekankan pentingnya safeguard mechanism dalam setiap perjanjian perdagangan, terutama dengan negara-negara mitra besar seperti AS.

“Perjanjian dagang tidak boleh hanya menguntungkan jangka pendek. Harus ada evaluasi berkala, dan prinsip kemandirian serta daya saing nasional tetap jadi prioritas,” ucap Rizal dikutip Antara.

Rincian Kesepakatan RI-AS

Sebagai informasi, dalam pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump, telah disepakati beberapa poin kerja sama ekonomi. Selain penyesuaian tarif impor menjadi 19 persen, Indonesia juga berkomitmen membeli:

Komoditas energi dari AS senilai USD 15 miliar

Produk pertanian dan agrikultur senilai USD 4,5 miliar

50 unit pesawat Boeing baru, sebagian besar adalah tipe Boeing 777

Kesepakatan ini memicu diskusi luas di kalangan pengamat ekonomi, khususnya terkait posisi tawar Indonesia dan dampaknya terhadap ketahanan industri nasional.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru