Selasa, 30 Desember 2025

Indonesia Didorong Jadi Pelopor Ekonomi Asia Tenggara di Era Disrupsi Global


 Indonesia Didorong Jadi Pelopor Ekonomi Asia Tenggara di Era Disrupsi Global Diskusi publik bertema Navigating Economic Development in South East Asia and Indonesia: in the Era of Global Disruption yang digelar Paramadina Public Policy Institute (PPPI) bersama Universitas Ibn Khaldun (UIKA) dan Paramadina Graduate School of Diplomacy pada Kamis (17/7/2025) di Universitas Paramadina, Trinity Tower, Jakarta. (Foto: Dok. Univ. Paramadina)

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Ketidakpastian global yang ditandai konflik geopolitik, disrupsi teknologi, dan perubahan ekonomi dunia menuntut negara-negara Asia Tenggara untuk mengambil sikap. Di tengah tekanan itu, Indonesia dinilai harus tampil sebagai pelopor dalam transformasi ekonomi kawasan, bukan sekadar mengikuti arus.

Hal ini menjadi pokok bahasan dalam diskusi publik bertema “Navigating Economic Development in South East Asia and Indonesia: in the Era of Global Disruption” yang digelar Paramadina Public Policy Institute (PPPI) bersama Universitas Ibn Khaldun (UIKA) dan Paramadina Graduate School of Diplomacy pada Kamis (17/7/2025) di Universitas Paramadina, Trinity Tower, Jakarta.

Diskusi yang dimoderatori oleh Dr. Muhammad Ikhsan dari PPPI ini menghadirkan pemikir-pemikir ekonomi dan kebijakan dari dalam dan luar negeri.

Transformasi Bukan Pilihan, Tapi Keharusan

Menurut Wijayanto Samirin, Head of Senior Advisor PPPI, berbagai tantangan global—mulai dari pergeseran kekuatan geopolitik hingga disrupsi digital—seharusnya dilihat sebagai peluang memperkuat posisi Indonesia. Ia menekankan pentingnya reformasi kebijakan yang tidak hanya inklusif, tetapi juga visioner.

"Indonesia punya modal diplomasi dan pengalaman reformasi. Kita tidak bisa terus berada di zona nyaman jika ingin punya peran strategis dalam ekonomi global," ujar Wijayanto.

Ia juga menggarisbawahi perlunya belajar dari Vietnam yang mampu mencatat pertumbuhan digital dan integrasi sosial-politik yang progresif. Media sosial, menurutnya, kini punya peran besar dalam membentuk opini publik dan arah kebijakan ekonomi.

Indonesia Masih Terjebak di Zona Pertumbuhan Tanpa Lompatan

Ahmad Khoirul Umam, PhD, Managing Director PPPI, menyampaikan kritik tajam terhadap pola pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dinilainya stagnan. Meski bergerak, menurutnya, arah dan kualitas pertumbuhan masih belum menyentuh perubahan struktural yang dibutuhkan.

“Kita sibuk mengejar pertumbuhan, tapi belum membuat lompatan besar. Ini bukan soal kecepatan, tapi soal arah dan keberanian mengambil risiko kebijakan,” tegas Umam.

Ia mengutip pemikiran ekonom Dani Rodrik yang menekankan pentingnya tiap negara menemukan jalannya sendiri. Umam mencontohkan bagaimana negara-negara seperti Korea Selatan dan Taiwan berhasil membangun kekuatan industrinya lewat kebijakan jangka panjang yang konsisten.

Ancaman Ketidakpastian dan Lemahnya Institusi

Umam juga menyinggung dampak konflik global seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia. Menurutnya, pertumbuhan Indonesia yang diproyeksikan hanya 4,7% belum cukup untuk menciptakan lapangan kerja dan daya saing industri yang memadai.

Ia menyoroti lemahnya institusi dalam negeri, praktik politik klientelistik, serta mandeknya reformasi birokrasi sebagai faktor penghambat utama.

"Demokrasi yang hanya prosedural tidak cukup. Negara bisa gagal bukan karena ideologinya, tapi karena institusinya yang lemah," ujar Umam, mengutip pemikir politik Francis Fukuyama.

Potensi Besar yang Belum Dimanfaatkan

Indonesia, kata Umam, masih belum memanfaatkan potensi besar pasar domestiknya, terutama dalam konteks transisi menuju kendaraan listrik dan ekonomi hijau. Ia menyayangkan lambatnya respon kebijakan terhadap peluang industri masa depan.

“Waktu saya ke Beijing, semua motor sudah listrik. Di Indonesia, kita masih sibuk bicara potensi. Sudah saatnya bertindak,” keluhnya.

Ia menyerukan agar Indonesia berani tampil sebagai middle power yang memimpin di kawasan, bukan hanya ikut dalam dinamika global.

Belajar dari Kisah Sukses (dan Tantangan) Vietnam

Prof. Paul Schuler dari University of Arizona turut memberikan perspektif dari hasil penelitiannya di Vietnam. Menurutnya, meskipun GDP Vietnam hampir menyamai Indonesia, tantangan struktural tetap menghantui.

“Vietnam sukses secara angka, tapi rapuh dalam struktur. Terlalu bergantung pada investor asing dan belum melibatkan UMKM dalam rantai pasok global,” ujarnya.

Ia mencontohkan VinFast sebagai simbol ambisi industrialisasi Vietnam yang belum tentu sukses di pasar dunia. Menurut Schuler, kunci sukses negara-negara Asia Timur adalah kombinasi antara kebijakan konsisten, insentif jangka panjang, dan keberanian elite bisnis mengambil risiko.

Menuju Indonesia Emas 2045: Bukan Sekadar Mimpi

Raden Pardede, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, menegaskan pentingnya reformasi struktural untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Ia mendorong transformasi dari ekonomi berbasis sumber daya alam menuju manufaktur dan teknologi tinggi.

“Kita terlalu lama bergantung pada komoditas primer. Sudah saatnya mengubah arah,” kata Raden.

Ia menyoroti tantangan seperti rendahnya produktivitas tenaga kerja, lemahnya nilai tambah industri dalam negeri, dan kalender kerja nasional yang kurang efisien karena banyaknya hari libur.

Menurut Raden, Indonesia perlu segera berinvestasi pada kecerdasan buatan, bioteknologi, dan energi hijau. Bergabung dengan OECD bisa menjadi langkah strategis untuk memperkuat tata kelola ekonomi nasional.

Kolaborasi Regional Jadi Kunci Ketahanan Ekonomi

Menutup diskusi, Jibriel Avessina, Wakil Dekan FEB Universitas Ibn Khaldun, menekankan pentingnya kolaborasi lintas institusi dan negara di Asia Tenggara. Menurutnya, tantangan global hanya bisa dihadapi dengan kerja sama yang solid dan strategi bersama.

“Forum ini bukan sekadar refleksi, tapi langkah awal menyusun fondasi ekonomi kawasan yang lebih tangguh, mandiri, dan berkelanjutan,” pungkas Jibriel.

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru