Loading
DJP: Potensi Penerimaan Pajak Kripto Capai Rp600 Miliar per Tahun. (Kaspersky)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan potensi penerimaan pajak dari aset kripto dapat mencapai Rp600 miliar per tahun.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan, tren penerimaan pajak kripto menunjukkan peningkatan dalam dua hingga tiga tahun terakhir sejak aturan pajaknya diberlakukan. Secara akumulatif, penerimaan pajak kripto hingga Maret 2025 telah mencapai Rp1,2 triliun.
"Sepanjang 2-3 tahun semenjak peluncurannya, perkembangan dari penerimaan kripto ini terus meningkat. Kalau tidak salah, penerimaannya ada di antara kisaran Rp500 miliar hingga Rp600 miliar per tahun," kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto dalam taklimat media di Jakarta, Kamis malam.
Rinciannya, DJP mencatat Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, Rp620,4 miliar pada 2024, dan Rp115,1 miliar hingga kuartal pertama 2025. Dari total tersebut, Rp560,61 miliar berasal dari PPh Pasal 22, sementara Rp642,17 miliar berasal dari PPN dalam negeri.
Teranyar, Kemenkeu menetapkan tarif baru pajak kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 yang berlaku pada 1 Agustus 2025, seiring dengan perubahan sifatnya menjadi aset keuangan digital.
Lewat aturan itu, kripto dibebaskan dari pengenaan PPN lantaran dianggap setara dengan surat berharga.
Sedangkan, untuk PPh 22, tarif ditetapkan sebesar 0,21 persen untuk pungutan yang dilakukan oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri dan 1 persen untuk pungutan oleh PPMSE luar negeri atau penyetoran mandiri.
Tarif itu lebih tinggi dari ketentuan sebelumnya. Saat kripto ditetapkan sebagai komoditas, PPh 22 ditetapkan sebesar 0,1 persen dari transaksi yang dilakukan di exchange atau PPMSE terdaftar Bappebti dan 0,2 persen dari transaksi di PPMSE tidak terdaftar Bappebti.
Menurut Bimo, kenaikan tarif PPh 22 final bertujuan untuk mengkompensasi hilangnya penerimaan PPN.
Terkait potensi penerimaan seiring dengan aturan baru, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pergerakan harga serta tren permintaan akan memengaruhi peluang setoran.
"Kalau kripto itu kan sangat fluktuatif, jadi akan sangat bergantung di situ. Bisa melonjak, bisa turun. Bergantung dari permintaannya seperti apa," ujar Yoga dikutip Antara.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak DJP Yon Arsal menambahkan pengenaan tarif pajak kripto yang lebih tinggi bertujuan untuk mendorong industri kripto dalam negeri tumbuh dan berkembang.
"Orang-orang kami harapkan ikut terlibat di dalam perdagangan dalam negeri," lanjut Yon.
Namun, ia membuka peluang evaluasi tarif pajak kripto ke depannya. Kemenkeu akan melibatkan dan mendengar saran dari pelaku pasar dalam proses evaluasi tarif pajak kripto.
"Tarif akan selalu kami cermati dan evaluasi dari waktu ke waktu. Tentu kami akan mendengarkan suara dari pasar dan pemangku kepentingan terkait," tuturnya.