Selasa, 30 Desember 2025

Pro dan Kontra Etanol dalam BBM: Pertamina Tegaskan Praktik Global, SPBU Swasta Justru Mundur


 Pro dan Kontra Etanol dalam BBM: Pertamina Tegaskan Praktik Global, SPBU Swasta Justru Mundur Ilustrasi - Kesiapan armada truk tangki PT Pertamina Patra Niaga dalam menjaga ketersediaan BBM hingga pelosok negeri. (ANTARA/HO-PT Pertamina Patra Niaga)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Penggunaan etanol sebagai campuran dalam bahan bakar minyak (BBM) kembali menjadi sorotan. PT Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa pencampuran etanol bukanlah hal baru, melainkan praktik global untuk menekan emisi karbon. Namun di sisi lain, sejumlah SPBU swasta seperti Vivo dan BP memilih mundur dari rencana pembelian base fuel Pertamina karena kandungan etanol di dalamnya.

Pertamina: Etanol Sudah Jadi Praktik Internasional

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menjelaskan bahwa etanol sudah digunakan secara luas di berbagai negara sebagai bagian dari transisi energi. Bahan bakar berbasis etanol dianggap lebih ramah lingkungan karena berasal dari sumber nabati seperti tebu dan jagung.

“Penggunaan etanol dalam BBM terbukti mengurangi emisi gas buang, menekan ketergantungan pada bahan bakar fosil murni, sekaligus memberi nilai tambah ekonomi bagi petani lokal,” ujar Roberth.

Di Amerika Serikat, etanol dicampurkan dalam bensin melalui program Renewable Fuel Standard (RFS) dengan kadar E10 hingga E85. Brasil bahkan menjadi pionir dengan kadar campuran E27 berbasis tebu, sementara Uni Eropa dan India juga menjalankan program serupa untuk mendukung transportasi rendah karbon.

Pertamina sendiri menyebut langkah ini sejalan dengan target pemerintah menuju Net Zero Emission 2060.

SPBU Swasta Ragu: Kandungan Etanol Jadi Masalah

Meski disebut lumrah, tidak semua pihak sepakat. Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa Vivo dan BP batal membeli base fuel impor Pertamina setelah ditemukan kandungan etanol sekitar 3,5 persen.

Padahal sebelumnya, Vivo sudah menyetujui pembelian 40 ribu barel dari total 100 ribu barel. Namun, setelah hasil uji laboratorium keluar, kesepakatan itu dibatalkan.

“Ambang batas kandungan etanol yang diperbolehkan menurut Kementerian ESDM sebenarnya masih di bawah 20 persen. Jadi seharusnya tidak ada masalah. Namun rekan-rekan SPBU swasta memilih tidak melanjutkan karena ada kandungan etanol tersebut,” jelas Achmad dalam rapat di DPR.

Tak hanya Vivo, BP-AKR juga mengambil langkah serupa. Dengan demikian, 100 ribu barel base fuel yang diimpor Pertamina tidak terserap oleh SPBU swasta.

Pro dan Kontra: Jalan Panjang Transisi Energi

Situasi ini memperlihatkan adanya pro dan kontra dalam adopsi etanol di BBM.

Pro: Etanol mendukung kualitas udara lebih bersih, mengurangi emisi, serta memberi manfaat bagi sektor pertanian.

Kontra: SPBU swasta menilai adanya kandungan etanol bisa memengaruhi spesifikasi teknis dan preferensi pasar, sehingga mereka enggan mengambil risiko.

Pemerintah melalui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menekankan pentingnya kolaborasi antara Pertamina dan SPBU swasta untuk mengatasi kelangkaan BBM. Namun hingga kini, belum ada pembelian base fuel yang benar-benar terealisasi dikutip Antara.

Meski masih menuai perdebatan, Pertamina optimistis pencampuran etanol pada BBM akan tetap menjadi bagian penting dari roadmap energi Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru