Kamis, 07 Agustus 2025

Mereka yang Menyala Diam-Diam, Kisah Para Kader Kesehatan di Tengah Kota


 Mereka yang Menyala Diam-Diam, Kisah Para Kader Kesehatan di Tengah Kota Selasa 22 Juli 2025 di sebuah ruangan di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, sekelompok ibu-ibu berdiri menyambut tamu istimewa Prof. Tjandra Yoga Aditama dan diabadikan dalam foto bersama. (Foto: Istimewa)

JAKARTA dikenal sebagai kota sibuk yang tak pernah tidur. Tapi di balik lalu-lalang kendaraan dan riuhnya pusat perbelanjaan, ada sosok-sosok yang bekerja dalam senyap demi menjaga denyut kesehatan warga. Mereka bukan dokter, bukan perawat, bahkan tak digaji secara formal. Namun semangat mereka menyala terang—itulah para kader kesehatan.

Hari ini, Selasa 22 Juli 2025 di sebuah ruangan di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, sekelompok ibu-ibu berdiri menyambut tamu istimewa: Prof. Tjandra Yoga Aditama. Warga Jakarta yang juga pakar kesehatan ini bukan untuk memberi ceramah, tapi datang untuk mendengar, berdialog, dan menguatkan mereka—para pejuang kesehatan tingkat akar rumput.

Ketika Ilmu Bertemu Pengabdian

"Kalau saya tanya arti surveilans, apa jawabannya?" tanya Prof. Tjandra membuka diskusi.

Serempak para kader menjawab, "Survei!" Lalu satu dua menambahkan, "Pengumpulan data, Pak."

Sebuah jawaban sederhana, tapi cukup membuktikan bahwa para kader ini bukan hanya aktif secara fisik, mereka pun paham dasar-dasar ilmu kesehatan yang mereka jalani.

Prof. Tjandra kemudian menjelaskan bahwa Surveilans Berbasis Masyarakat (SBM) adalah pengumpulan data kesehatan yang dilakukan terus menerus oleh warga sendiri, untuk mendeteksi potensi masalah sejak dini. “Kalau kita tahu tren penyakit dari awal, kita bisa bertindak cepat. Bahkan pandemi pun selalu dimulai dari satu-dua kasus yang tak terlihat,” jelasnya.

Dari Jentik ke Jejak Penyakit

Sebagian besar kader yang hadir hari itu adalah Jumantik—juru pemantau jentik nyamuk. Tugas utama mereka memang mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD). Namun Prof. Tjandra mengajak mereka untuk lebih dari itu.

"Kalau Ibu sedang pantau jentik, lalu melihat ada warga batuk lama atau tampak kurus, tolong dicatat dan laporkan ke Puskesmas juga ya," pintanya lembut.

Dalam satu kalimat itu, terkuak filosofi besar SBM: kesehatan masyarakat bukan cuma urusan tenaga medis, tapi urusan kita semua.

Tentang Vektor dan Penyakit yang Tak Kelihatan

Di sela diskusi, Prof. Tjandra menjelaskan soal vektor penyakit—organisme seperti nyamuk atau serangga yang membawa kuman dari satu orang ke orang lain. Tapi ia juga menekankan bahwa banyak penyakit menular tidak butuh vektor untuk menyebar. COVID-19 dan Tuberkulosis, misalnya, menular langsung antar manusia.

“Dan jangan lupa, ada juga penyakit tidak menular yang sangat berbahaya. Misalnya rokok, itu bukan cuma bikin kanker paru, tapi juga bisa menyebabkan stroke dan serangan jantung,” tambahnya.

Wajah para kader tampak serius. Beberapa mencatat, lainnya mengangguk perlahan.

Para Perempuan yang Tak Diliput Media

Diskusi ditutup dengan sesi foto bersama yang penuh tawa. Di balik senyum lebar mereka, ada kisah kerja keras yang nyaris tak pernah masuk berita. Tak ada sorot kamera, tak ada trending topic. Tapi kerja mereka menyentuh rumah ke rumah, menyentuh nyawa manusia.

Prof. Tjandra menyebut mereka sebagai “bala tentara” garda depan. Mereka bukan pasukan berseragam, tapi hadir dengan semangat dan kasih. Bukan semata tugas, ini adalah pengabdian.

Pelatihan dan Harapan yang Menyebar

Usai dari Puskesmas, Prof. Tjandra melanjutkan ke rapat bersama Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). Di sana dibahas pelatihan kader TB yang akan segera digelar di Jakarta.

Dari Kebayoran Baru hingga ke kampung-kampung kota, para kader terus bergerak. Diam-diam, mereka adalah wajah dari Jakarta yang menyala.

"Mereka bukan headline, tapi merekalah alas kenapa krisis bisa dicegah, dan kenapa kota ini tetap hidup".

Editor : Farida Denura
Penulis : Prof. Tjandra Yoga Aditama

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Feature Terbaru