Loading
Hutan Kota Bekasi hadir sebagai ruang jeda yang menenangkan. (Foto: Khairil Islami)
BEKASI, ARAHKITA.COM — Di tengah ritme Kota Bekasi yang kerap identik dengan kemacetan dan hiruk-pikuk aktivitas urban, Hutan Kota Bekasi hadir sebagai ruang jeda yang menenangkan. Ia menjadi bukti bahwa ruang hijau bukan sekadar pelengkap kota, melainkan kebutuhan yang terus dicari warganya.
Tak hanya deretan pepohonan, Hutan Kota Bekasi terasa seperti ruang hidup yang mempertemukan manusia dengan alam secara intim. Setiap pagi, kawasan ini ramai oleh warga yang berolahraga. Sinar matahari menembus sela-sela daun akasia, trembesi, dan mahoni, menciptakan suasana hangat yang menenangkan. Jalur pejalan kaki yang tertata rapi menjadi lintasan jogger, pesepeda, hingga mereka yang sekadar ingin berjalan santai sambil menghirup udara segar.
Bagi sebagian pengunjung, tempat ini adalah ruang untuk memulihkan diri. Bangku-bangku kayu di sekitar kolam kecil kerap menjadi pilihan untuk duduk sejenak—menikmati gemericik air dan hembusan angin sebagai terapi alami. Ada pula yang datang membawa kamera, buku, atau alat gambar, memanfaatkan keteduhan pepohonan tinggi sebagai latar untuk berkreasi dan merenung.
Memasuki akhir pekan, suasana Hutan Kota Bekasi berubah menjadi lebih hidup. Keluarga menggelar tikar untuk piknik sederhana, komunitas-komunitas hobi berkumpul mengadakan aktivitas, sementara anak-anak berlari bebas tanpa khawatir lalu lintas kendaraan. Kicauan burung bersahutan menjadi musik alam yang jarang terdengar di pusat kota. Di beberapa sudut, petugas kebersihan dan relawan lingkungan tampak bekerja menjaga kawasan ini tetap bersih dan nyaman bagi semua.
Adam (27), salah satu warga Bekasi, menyebut hutan kota ini sebagai tempat beristirahat dari rutinitas yang melelahkan. “Bekasi panas dan macet. Datang ke sini rasanya seperti kabur sebentar dari bisingnya kota. Pikiran jadi lebih tenang. Ini bukan cuma taman, tapi ruang untuk bernapas,” ujarnya.Di tengah geliat pembangunan yang terus bergerak, Hutan Kota Bekasi menjadi pengingat bahwa kota yang sehat bukan hanya soal gedung tinggi dan jalan lebar, tetapi juga tentang ruang-ruang teduh yang memberi kesempatan warganya untuk berhenti sejenak, bernapas, dan kembali menyatu dengan alam.