Selasa, 30 Desember 2025

Dari Laut ke Darat: Dunia Bersatu untuk Gaza


 Dari Laut ke Darat: Dunia Bersatu untuk Gaza Konvoi kapal kemanusiaan Global Sumud Flotilla berlayar menuju Gaza (Foto: forgaza.org)

GLOBAL HARMONY | UNITED IN DIVERSITY (UID)

KETIKA langit Gaza terus dihujani ledakan dan kehidupan berubah menjadi perjuangan untuk bertahan hidup, dunia tidak hanya menonton. Dari berbagai penjuru bumi, lahir arus baru solidaritas yang menembus batas agama, bangsa, dan politik. Mereka datang bukan sebagai negara, tapi sebagai manusia — membawa bantuan, doa, dan keberanian.

Di antara kisah paling kuat adalah misi Global Sumud Flotilla 2025, armada sipil internasional yang mencoba menembus blokade Gaza lewat jalur laut. Kapal-kapal kecil berisi bantuan medis, makanan, dan peralatan penyelamatan berangkat dari berbagai pelabuhan Eropa dan Afrika Utara. Mereka tak bersenjata, hanya membawa satu misi: kemanusiaan.

Armada tanpa Bendera

Armada ini terdiri dari lebih 50 kapal dari berbagai negara: Spanyol, Norwegia, Italia, Tunisia, Turki, Malaysia, hingga Indonesia. Di dalamnya ada dokter, perawat, aktivis kemanusiaan, hingga mahasiswa muda. Mereka tahu risikonya besar — ditahan, diserang, bahkan diusir. Namun semangat mereka melampaui rasa takut.

“Kami tahu laut ini berbahaya. Tapi lebih berbahaya lagi jika dunia terus diam.” — Amina Laabidi, relawan asal Tunisia

Di saat yang sama, konvoi darat dari Tunisia dan Mesir — yang dikenal sebagai Maghreb Solidarity Caravan — berangkat membawa bantuan logistik melalui jalur darat ke perbatasan Rafah. Mereka berjalan ribuan kilometer dengan satu pesan sederhana: “Gaza tidak sendiri.”

Di Dalam Gaza: Relawan Bertahan di Tengah Bahaya

Sementara dunia berusaha menembus blokade, di dalam Gaza para relawan lokal dari Palestine Red Crescent Society (PRCS) terus bekerja di bawah ancaman nyawa. Hingga September 2025, lebih dari 50 staf dan relawan PRCS tewas saat bertugas mengevakuasi korban. Rumah sakit darurat mereka berpindah dari satu reruntuhan ke reruntuhan lain, tapi tak pernah berhenti.

Salah satu paramedis muda, Salim Hamdan, mengatakan kepada IFRC: “Kami kehilangan teman setiap minggu. Tapi kami tetap di sini, karena kalau kami pergi, siapa lagi yang menolong?”

Kisah seperti ini membuat dunia tergerak. Dari Italia, sekelompok buruh pelabuhan bahkan mengancam menutup pelabuhan Eropa jika kapal bantuan ke Gaza diserang. Di Pakistan, Malaysia, dan Maladewa, pemerintah dan masyarakat sipil bersatu mengutuk serangan terhadap armada kemanusiaan tersebut.

Solidaritas yang Melampaui Agama dan Bendera

Aksi-aksi ini menunjukkan wajah kemanusiaan yang paling jujur. Mereka datang dari latar belakang berbeda — Muslim, Kristen, Yahudi, Ateis — namun disatukan oleh satu kesadaran: penderitaan manusia tak boleh dianggap biasa. Inilah makna sejati dari semboyan United in Diversity.

Solidaritas global untuk Gaza menjadi bukti bahwa kepedulian tak butuh keseragaman. Bahwa manusia bisa bersatu tanpa kesamaan identitas. Dan bahwa keadilan sosial selalu menemukan jalannya, bahkan di tengah puing-puing.

Tantangan dan Harapan

Blokade, ancaman serangan, dan pembatasan bantuan menjadi penghalang besar. Namun setiap aksi kecil — satu kapal, satu konvoi, satu suara — menambah tekanan moral bagi dunia untuk bertindak.

Lembaga seperti IFRC dan UN OCHA memperingatkan bahwa lebih dari dua juta warga Gaza kini menghadapi krisis pangan, sementara infrastruktur kesehatan hampir lumpuh total. Tapi di tengah kehancuran itu, solidaritas global memberi alasan untuk tetap berharap.

Dari Gaza untuk Dunia: Kemanusiaan Masih Hidup

Kisah ini bukan sekadar tentang Gaza — ini tentang manusia. Tentang keberanian untuk menolak diam. Tentang semangat untuk menolong tanpa memandang siapa yang menderita.

Seperti yang diungkapkan salah satu relawan Indonesia sebelum berangkat ke Gaza: “Kami tidak datang untuk berpihak. Kami datang untuk menyembuhkan.”

Dan mungkin, di situlah inti dari gerakan United in Diversity: menemukan kesatuan bukan dalam kesamaan, tapi dalam kemanusiaan.

Aksi Nyata yang Bisa Kita Lakukan

  • Sebarkan kisah para relawan dan pekerja kemanusiaan agar dunia tidak melupakan Gaza.
  • Dukung organisasi terpercaya yang menyalurkan bantuan ke sana (PRCS, IFRC, UNRWA, atau NGO Indonesia yang aktif).
  • Gunakan media sosial untuk menyuarakan kemanusiaan, bukan kebencian.
  • Jadikan solidaritas sebagai budaya — bukan momen sesaat.

 

Diolah dari berbagai sumber

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Global Harmony Terbaru