Rabu, 31 Desember 2025

Konsentrasi CO2 Global Tembus 424 ppm, Risiko Percepatan Pemanasan Global Menguat


 Konsentrasi CO2 Global Tembus 424 ppm, Risiko Percepatan Pemanasan Global Menguat Konsentrasi CO2 Global Tembus 424 ppm. (The Columnist)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer bumi mencatat lonjakan tertinggi dalam sejarah pada tahun 2024, menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan ilmuwan akan percepatan pemanasan global dan kegagalan penyerap karbon alami.

Menurut data terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), konsentrasi CO2 global meningkat sebesar 3,5 bagian per juta (ppm), mencapai angka 424 ppm - level tertinggi sejak pengukuran dimulai pada 1957.

Peningkatan ini terjadi di tengah komitmen global untuk mengurangi emisi karbon melalui transisi dari bahan bakar fosil. Namun, pembakaran batu bara, minyak, dan gas tetap berlangsung secara intensif. Di saat yang sama, frekuensi dan intensitas kebakaran hutan terus meningkat akibat kondisi yang lebih panas dan kering, ikut menyumbang emisi CO2 secara signifikan.

Para ilmuwan, dilansir The Guardian, kini mengkhawatirkan melemahnya fungsi alami penyerap karbon seperti hutan dan lautan. Biasanya, sekitar 50 persen emisi CO2 diserap kembali oleh pepohonan dan lautan. Namun, pemanasan suhu laut mengurangi kapasitas penyerapan karbon oleh air, sementara deforestasi, kekeringan, dan kebakaran mengganggu pertumbuhan vegetasi di daratan.

Dampak El Niño selama 2023 dan 2024 juga memperburuk efektivitas penampungan karbon. Pemanasan yang disebabkan oleh aktivitas manusia telah meningkatkan suhu global sekitar 1,3 derajat Celsius, dan laporan WMO menyebutkan adanya kegagalan fungsi penampungan karbon yang "belum pernah terjadi sebelumnya" dalam dua tahun terakhir.

Dr. Oksana Tarasova dari WMO menegaskan pentingnya penguatan sistem pemantauan gas rumah kaca untuk memahami dinamika siklus karbon. Menurutnya, jika penampungan karbon terus melemah, lebih banyak CO2 akan terakumulasi di atmosfer, mempercepat proses pemanasan global yang sudah berlangsung.

Selain CO2, konsentrasi metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) - dua gas rumah kaca utama lainnya - juga mencatat rekor tertinggi pada tahun 2024. Sekitar 60 persen metana dihasilkan oleh aktivitas manusia seperti peternakan, pengelolaan sampah, sawah, serta eksploitasi bahan bakar fosil. Sementara itu, lonjakan N2O terutama dipicu oleh penggunaan pupuk berlebihan dan proses industri tertentu.

WMO mengingatkan bahwa gas rumah kaca seperti CO2 memiliki masa hidup panjang di atmosfer, sehingga dampaknya terhadap iklim akan berlangsung selama ratusan tahun. Wakil Sekretaris Jenderal WMO, Ko Barrett, menyatakan bahwa gas-gas ini mempercepat perubahan iklim dan meningkatkan risiko cuaca ekstrem, sehingga menurunkan emisi menjadi keharusan demi stabilitas iklim dan kesejahteraan masyarakat.

Laporan ini dirilis satu bulan sebelum berlangsungnya KTT Iklim PBB (COP30) di Belém, Brasil, yang akan menjadi forum penting bagi negara-negara dunia untuk memperkuat aksi terhadap krisis iklim. Data laporan WMO ini dikumpulkan dari jaringan lebih dari 500 stasiun pemantauan atmosfer di berbagai penjuru dunia.

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Green Economy Insight Terbaru