Loading
Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki memberi pemaparan dalam sesi Ministerial Dialogue bertajuk "Accelerating Climate Action through Inclusive and Integrated National Policies" di Paviliun Indonesia, COP30 UNFCCC di Belem, Brasil, Senin (10/11/2025). ANTARA/HO-Kementerian Kehutanan
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Upaya memperkuat tata kelola perdagangan karbon di sektor kehutanan kini semakin serius. Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tengah menyiapkan empat peraturan turunan sebagai langkah strategis untuk memastikan integritas, transparansi, dan efektivitas pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di Indonesia.
Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki menegaskan bahwa keempat regulasi tersebut akan menjadi fondasi penting dalam membangun pasar karbon yang kredibel, inklusif, dan berkeadilan.
“Kementerian Kehutanan sedang menyiapkan empat peraturan turunan untuk memperkuat tata kelola pasar karbon,” ujar Rohmat dalam Ministerial Dialogue bertajuk Accelerating Climate Action through Inclusive and Integrated National Policies di Paviliun Indonesia, COP30 UNFCCC, Belem, Brasil.
Empat Regulasi Penguat Pasar Karbon
Empat aturan turunan yang dimaksud mencakup:
Langkah ini menjadi turunan langsung dari terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 110/2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon, yang menjadi tonggak penting dalam menegaskan peran strategis sektor kehutanan Indonesia sebagai penyedia kredit karbon berintegritas tinggi.
Masyarakat Jadi Pusat Manfaat
Menurut Rohmat, perdagangan karbon bukan hanya soal pencapaian target iklim nasional, tetapi juga tentang mendistribusikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal. Melalui program perhutanan sosial dan rehabilitasi lahan kritis, masyarakat yang menjaga hutan akan memperoleh pendapatan dari upaya pelestarian yang mereka lakukan.
“Masyarakat yang menjaga dan mengelola hutan berhak menikmati pendapatan dari upaya pelestarian tersebut,” ujar Wamenhut dikutip Antara.
Hingga 2025, sebanyak 8,4 juta hektare hutan telah dialokasikan untuk program Perhutanan Sosial, yang memberi manfaat bagi sekitar 1,4 juta rumah tangga serta menciptakan lebih dari 5,6 juta lapangan kerja hijau.
Sinergi OJK dan Kemenhut dalam Taksonomi Hijau
Kemenhut juga bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperkuat akses pembiayaan hijau. Salah satunya dengan memasukkan Perhutanan Sosial ke dalam Taksonomi Hijau Nasional. Selain itu, satuan tugas hutan adat telah memfasilitasi pengakuan terhadap 70.688 hektare hutan adat, dengan target mencapai 1,4 juta hektare pada 2029.
Indonesia Menuju Pusat Pasar Karbon Dunia
Dalam forum internasional tersebut, Rohmat menegaskan bahwa Indonesia siap menjadi pusat pasar karbon global, dengan menawarkan kredit karbon berkualitas tinggi yang mendukung ambisi iklim dunia sekaligus menumbuhkan kesejahteraan masyarakat lokal.
“Hutan kita adalah reservoir hidup yang menopang keanekaragaman hayati, air, energi, dan masa depan kita bersama,” tutupnya dengan optimisme.