Selasa, 30 Desember 2025

Israel Akui Lakukan Serangan yang Tewaskan Lima Jurnalis, Termasuk Anas al-Sharif, Koresponden Senior Al Jazerra


 Israel  Akui Lakukan Serangan yang Tewaskan Lima Jurnalis, Termasuk Anas al-Sharif, Koresponden Senior Al Jazerra Anas al-Sharif, Koresponden Senior Al Jazerra yang tewas dalam Serangan Israel. (The Guardian / Al Jazeera)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Anas al-Sharif, koresponden senior Al Jazeera yang dikenal luas karena liputan garis depannya di Gaza, tewas dalam serangan udara Israel yang menargetkan tenda jurnalis di luar Rumah Sakit Al-Shifa, Kota Gaza. Serangan yang terjadi pada Minggu malam itu menewaskan tujuh orang, termasuk lima jurnalis dari Al Jazeera.

Selain al-Sharif, jurnalis Mohammed Qreiqeh, juru kamera Ibrahim Zaher, Mohammed Noufal, dan Moamen Aliwa turut menjadi korban.

Israel mengakui serangan tersebut, menyebut al-Sharif sebagai anggota kelompok militer Hamas. Namun, Al Jazeera dan sejumlah lembaga HAM membantah tuduhan tersebut, menilai klaim itu sebagai upaya membungkam suara media yang melaporkan situasi kemanusiaan di Gaza.

Dalam pernyataan resminya, dilaporkan The Guardian, Al Jazeera menyebut al-Sharif sebagai salah satu jurnalis paling berani di Gaza. Jaringan media asal Qatar itu mengecam keras serangan yang dinilai sebagai bentuk serangan terhadap kebebasan pers.

Sebelumnya, al-Sharif telah menerima ancaman langsung dari militer Israel. Pada bulan lalu, juru bicara IDF, Avichai Adraee, menuduhnya sebagai anggota Hamas melalui unggahan di media sosial. Tuduhan ini sempat dikecam oleh Pelapor Khusus PBB untuk kebebasan berekspresi, Irene Khan, yang menyebutnya sebagai “serangan terang-terangan terhadap jurnalis”.

Dalam wawancara dengan Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) pada Juli lalu, al-Sharif mengaku hidup dalam ketakutan konstan bahwa ia bisa terbunuh kapan saja. CPJ menyatakan keterkejutannya atas kematian para jurnalis dan mengecam pola pelabelan tanpa bukti oleh Israel terhadap pekerja media.

Serangan terbaru ini memicu kemarahan dari kalangan jurnalis Palestina, yang menyebut insiden tersebut sebagai “kejahatan berdarah”. Al-Sharif sebelumnya dikenal karena siarannya yang penuh risiko, termasuk saat ia melepaskan pelindung tubuhnya secara simbolis dalam siaran langsung setelah jeda pertempuran pada awal tahun ini.

Beberapa menit sebelum kematiannya, al-Sharif sempat mengunggah kabar terbaru melalui media sosial tentang pengeboman intens Israel di wilayah timur dan selatan Gaza. Pesan terakhirnya, yang diunggah pasca-kematian oleh tim Al Jazeera, berisi refleksi emosional tentang penderitaan rakyat Gaza dan tekadnya untuk terus menyampaikan kebenaran.

Al-Sharif meninggal di usia 28 tahun. Ia meninggalkan seorang istri dan dua anak kecil. Ayahnya juga tewas dalam serangan Israel akhir 2023 di kamp pengungsi Jabalia. Meski keluarganya menjadi korban, al-Sharif menolak meninggalkan Gaza dan tetap bertugas di garis depan hingga akhir hayatnya.

Jurnalis Al Jazeera lainnya, Hani Mahmoud, yang melaporkan dari dekat lokasi kejadian, menggambarkan momen ledakan sebagai salah satu liputan paling berat selama konflik. Ia menegaskan bahwa serangan itu terjadi hanya sepekan setelah tuduhan langsung dari pejabat militer Israel terhadap al-Sharif dan tim Al Jazeera atas laporan mereka terkait kondisi kelaparan dan malnutrisi di Gaza.

Israel sebelumnya juga terlibat dalam kematian beberapa jurnalis Al Jazeera lainnya, termasuk Hossam Shabat pada Maret, serta Ismail al-Ghoul dan kameramennya Rami al-Rifi pada Agustus.

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru