Selasa, 30 Desember 2025

Mahkamah Konstitusi Thailand Copot Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra


 Mahkamah Konstitusi Thailand Copot Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra Arsip - Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra (dua kanan depan) bertemu dengan pers di rumah pemerintah di Bangkok, Thailand (23/6/2025). ANTARA/Xinhua/Rachen Sageamsak/aa.

BANGKOK, ARAHKITA.COM – Peta politik Thailand kembali bergejolak. Mahkamah Konstitusi resmi mencopot Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dari jabatannya setelah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran etika berat terkait percakapan telepon dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen.

Putusan ini menutup masa jabatannya yang baru berjalan sekitar setahun. Sidang pengadilan konstitusi digelar setelah 36 senator mengajukan petisi, menyusul bocornya rekaman percakapan Paetongtarn dengan Hun Sen yang dipublikasikan media pada 18 Juni 2025. Rekaman tersebut dianggap bukti bahwa ia tidak memenuhi standar etika sebagaimana diatur dalam konstitusi.

Dengan suara mayoritas 6 banding 3, hakim memutuskan bahwa percakapan itu merupakan “pelanggaran serius terhadap standar etika pejabat publik”. Dampaknya, Paetongtarn otomatis diberhentikan efektif mulai 1 Juli 2025. Seluruh kabinet juga ikut demisioner, meski tetap bertugas sementara hingga pemerintahan baru terbentuk.

Respons Paetongtarn Usai Putusan

Dalam pernyataannya di Gedung Pemerintah, Paetongtarn menyatakan menerima keputusan pengadilan meski menegaskan dirinya tidak bersalah. Ia menilai percakapan dengan Hun Sen bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk mengupayakan solusi damai demi melindungi rakyat Thailand di tengah memanasnya konflik perbatasan.

“Putusan ini adalah bagian dari dinamika politik yang kerap berubah cepat. Saya berharap parlemen bisa menjaga stabilitas negeri,” ujarnya sambil mengucapkan terima kasih kepada rakyat atas kepercayaan yang telah diberikan.

Oposisi Dorong Pemilu Baru

Menanggapi situasi politik terkini, Partai Rakyat yang berperan sebagai oposisi menegaskan tidak akan bergabung dalam pemerintahan baru. Mereka mendukung pembentukan kabinet pengganti dengan syarat perdana menteri berikutnya wajib membubarkan parlemen dalam empat bulan setelah menyampaikan pernyataan kebijakan, demi membuka jalan bagi pemilu baru.

Partai oposisi juga menolak mendukung calon perdana menteri dari luar parlemen atau yang memiliki rekam jejak terkait kudeta militer, menandakan arah politik Thailand masih akan terus penuh ketidakpastian dikutip Antara.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru