Loading
Korban gempa Afghanistan lebih dari 2.200 Orang, (The Guardian/Photograph: Sayed Hassib/Reuters)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Afghanistan kembali diguncang gempa bumi besar untuk ketiga kalinya dalam sepekan. Guncangan ketiga kian memperparah situasi darurat yang telah menewaskan lebih dari 2.200 orang dan merusak hampir seluruh infrastruktur di wilayah tenggara negara tersebut.
Gempa terbaru dengan kekuatan 6,2 skala Richter terjadi pada Kamis malam dan menjadi rangkaian bencana setelah gempa pertama melanda pada Minggu lalu. Sebelumnya, gempa susulan berkekuatan 5,5 SR terjadi pada Selasa, menyebabkan longsor dan mempersulit akses tim penyelamat menuju desa-desa yang terisolasi.
Juru bicara Taliban, Hamdullah Fitrat, dilaporkan The Guardian,
menyampaikan pada Kamis bahwa jumlah korban tewas akibat gempa Minggu kini telah mencapai 2.205 jiwa, menjadikannya salah satu gempa paling mematikan di Afghanistan dalam beberapa dekade terakhir.
Gempa mengguncang wilayah pegunungan timur pada tengah malam, menghancurkan desa-desa dan menjebak penduduk di bawah reruntuhan.
Provinsi Kunar menjadi wilayah terdampak paling parah. Hampir 98 persen bangunan di daerah tersebut rusak atau hancur, menurut laporan dari organisasi kemanusiaan Islamic Relief. Banyak rumah di kawasan ini terbuat dari kayu dan bata lumpur, sehingga sangat rentan runtuh saat terjadi gempa.
Tim penyelamat terus berjuang mengevakuasi jenazah dan mencari korban selamat di tengah kondisi medan yang ekstrem. Otoritas Taliban telah mengerahkan helikopter dan pasukan militer untuk membantu, namun longsor dan jalanan rusak membuat banyak wilayah hanya bisa diakses dengan berjalan kaki selama berjam-jam.
Salah satu korban selamat, Muhammad Israel, menceritakan bagaimana ia nyaris kehilangan seluruh keluarganya saat tanah longsor menghancurkan rumah dan menimbun ternaknya di Kunar.
“Saya hampir tidak bisa menyelamatkan anak-anak saya. Guncangan terus terjadi. Tidak mungkin tinggal di sana,” ujarnya.
Kini ia tinggal di kamp medis PBB di Nurgal bersama pengungsi lain yang hidup tanpa tempat berlindung dan pasokan makanan yang memadai.
Kondisi di lapangan diperparah minimnya bantuan internasional. Sejak Taliban kembali berkuasa pada 2021, banyak lembaga bantuan asing membatasi atau menghentikan operasi mereka, membuat penanganan krisis di Afghanistan semakin sulit.
Menurut Dewan Pengungsi Norwegia, staf mereka di Afghanistan saat ini hanya tersisa 450 orang, jauh menurun dari 1.100 pada tahun sebelumnya. Organisasi ini menyebut mereka hanya memiliki satu gudang dan kekurangan dana hingga hampir dua juta dolar untuk memenuhi kebutuhan mendesak.
“Kami hanya memiliki dana sebesar 100 ribu dolar untuk respon cepat, sementara kebutuhan nyata mencapai hampir dua juta,” ujar Maisam Shafiey, penasihat komunikasi organisasi tersebut.
Di kamp pengungsian Nurgal, dokter bernama Shamshair Khan mengungkapkan kondisi medis para korban sangat kritis. “Obat-obatan dan makanan tidak cukup. Mereka juga butuh air bersih dan tempat tinggal. Orang-orang ini sangat menderita.”
Gempa bumi ini terjadi di tengah krisis lain yang melanda Afghanistan, termasuk kekeringan berkepanjangan dan tekanan ekonomi ekstrem akibat penurunan dana internasional, khususnya setelah pemotongan bantuan oleh pemerintah Amerika Serikat. Sementara itu, pemulangan paksa lebih dari dua juta warga Afghanistan dari Pakistan dan Iran menambah tekanan pada negara yang sudah rapuh ini.