Loading
India Kritik Kenaikan Biaya Visa H-1B AS. (Foto: The Guardian/Neil Fraser/Alamy)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Pemerintah India mengecam kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menaikkan biaya visa H-1B menjadi US$ 100.000 dolar. Kebijakan tersebut dinilai akan menimbulkan konsekuensi kemanusiaan dan menghambat pertukaran tenaga kerja terampil antara kedua negara.
Visa H-1B selama ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan AS untuk merekrut pekerja asing terampil di sektor-sektor seperti teknologi, kesehatan, dan teknik. India menjadi negara dengan jumlah penerima visa H-1B terbanyak, mencakup 71% dari total visa yang disetujui pada tahun 2024.
Kebijakan baru Gedung Putih, dilansir The Guardian, disebut sebagai respons atas dugaan penyalahgunaan skema visa untuk menekan upah tenaga kerja lokal dan mendorong outsourcing pekerjaan ke luar negeri. Saat ini, pemegang visa H-1B tercatat mengisi sekitar 65% tenaga kerja TI di AS.
Kementerian Luar Negeri India menyatakan bahwa biaya visa yang melonjak drastis akan memicu gangguan bagi jutaan keluarga, terutama yang saat ini sudah bermukim di AS. Pemerintah India juga meminta agar otoritas AS menangani kebijakan ini secara adil dan manusiawi.
Menteri Perdagangan India, Piyush Goyal, mengatakan bahwa kenaikan biaya visa mencerminkan kekhawatiran terhadap kualitas tenaga kerja India. “Mereka juga sedikit takut pada bakat kami. Kami tidak keberatan dengan itu,” ujarnya dilansir The GUardian.
Langkah ini berdampak langsung pada industri teknologi dan IT, termasuk perusahaan-perusahaan besar seperti Infosys, Tata Consultancy Services, Microsoft, Meta, Apple, dan Google. Harga saham beberapa perusahaan IT India anjlok pada hari Senin pagi menyusul pengumuman tersebut.
Nasscom, asosiasi industri teknologi India, memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa merusak ekosistem inovasi di AS dan menciptakan ketidakpastian besar bagi pekerja dan pelajar internasional.
Kepala Menteri Negara Bagian Telangana, Revanth Reddy, yang berasal dari negara bagian penyumbang banyak pekerja TI ke AS, mendesak pemerintah India untuk bertindak tegas. Ia menyebut penderitaan para pekerja TI India akibat kebijakan ini sebagai sesuatu yang “tak terbayangkan”.
Sementara itu, banyak pemegang visa H-1B di India panik dan membatalkan rencana perjalanan setelah mendengar kabar bahwa mereka mungkin harus membayar biaya tambahan US$100.000 untuk kembali masuk ke AS. Beberapa perusahaan bahkan menyarankan karyawannya untuk kembali ke AS sebelum 21 September.
Kepanikan ini akhirnya sedikit mereda setelah Gedung Putih mengklarifikasi bahwa kebijakan tersebut hanya berlaku bagi pemohon baru, bukan untuk pemegang visa yang sudah ada atau yang memperpanjang visa mereka.
Meski begitu, banyak pekerja India kini mulai mempertanyakan masa depan mereka di AS. “Ketidakpastian ini membuat banyak orang berpikir ulang untuk membangun masa depan di Amerika,” ujar seorang pemegang visa H-1B.
Belum ada tanggapan resmi dari Tiongkok, negara penerima H-1B terbesar kedua setelah India (11,7%). Namun, warganet di media sosial menunjukkan reaksi serupa berupa kebingungan dan kecaman terhadap kebijakan AS yang dinilai “menyiksa pemegang visa H-1B.”