Rabu, 31 Desember 2025

Macron Kembali Tunjuk Sébastien Lecornu sebagai Perdana Menteri Prancis di Tengah Krisis Politik


 Macron Kembali Tunjuk Sébastien Lecornu sebagai Perdana Menteri Prancis di Tengah Krisis Politik Presiden Emmanuel Macron kembali menunjuk Sébastien Lecornu sebagai Perdana Menteri Prancis, (Getty Images/bbc.com)

PARIS, ARAHKITA.COM — Presiden Emmanuel Macron kembali menunjuk Sébastien Lecornu sebagai Perdana Menteri Prancis, hanya empat hari setelah politisi muda berusia 39 tahun itu mengundurkan diri dari jabatannya. Keputusan ini datang setelah berhari-hari terjadi drama politik yang mengguncang Istana Élysée dan menimbulkan kebingungan di kalangan publik.

Macron mengumumkan penunjukan kembali Lecornu pada Jumat malam, setelah mengadakan pertemuan dengan para pemimpin partai utama. Namun, pemimpin sayap kanan Marine Le Pen dan pemimpin sayap kiri tidak diundang dalam pertemuan tersebut. Langkah ini menandai upaya presiden untuk menstabilkan pemerintahan setelah kekacauan politik yang membuat Prancis terjebak dalam ketidakpastian.

Lecornu Kembali dengan Misi Berat

Meski sebelumnya menyatakan “tidak mengejar jabatan” dan “misinya telah berakhir”, Lecornu akhirnya menerima penugasan baru dari Macron. Dalam pernyataan resminya di platform X, ia menulis bahwa dirinya menerima misi untuk “menyusun anggaran negara dan menanggapi tantangan harian rakyat Prancis”.

Lecornu dikenal sebagai salah satu sekutu paling setia Macron. Ia menggambarkan dirinya sebagai seorang “prajurit-biarawan” — siap bekerja tanpa pamrih demi stabilitas pemerintahan. Namun kali ini, tantangannya jauh lebih besar: membentuk pemerintahan baru dan mengajukan rancangan anggaran tahun depan ke parlemen sebelum tenggat hari Senin.

Krisis Politik dan Tekanan Ekonomi

Kembalinya Lecornu terjadi di tengah situasi ekonomi yang rapuh. Utang publik Prancis telah mencapai hampir 114% dari Produk Domestik Bruto (PDB) — tertinggi ketiga di zona euro — sementara defisit anggaran diproyeksikan mencapai 5,4% dari PDB tahun ini.

Dua dari tiga perdana menteri sebelumnya juga tumbang akibat kegagalan menurunkan defisit nasional, menunjukkan betapa beratnya beban politik dan ekonomi yang akan ditanggung Lecornu.

Lecornu menegaskan bahwa “tidak ada satu pun yang bisa menghindar dari tanggung jawab memulihkan keuangan publik.” Ia juga menekankan bahwa siapa pun yang bergabung di kabinetnya harus menunda ambisi politik pribadi hingga masa jabatan Macron berakhir dalam 18 bulan ke depan.

Koalisi yang Rapuh

Kendala politik menjadi tantangan lain. Macron kehilangan mayoritas di Majelis Nasional, membuat Lecornu harus mencari dukungan dari partai-partai lain agar bisa lolos dari mosi tidak percaya yang telah direncanakan oleh oposisi sayap kanan.

Pemimpin partai National Rally, Jordan Bardella, menyebut langkah Macron sebagai “lelucon politik yang buruk” dari presiden yang “semakin terisolasi.” Ia memastikan partainya akan mengajukan mosi tidak percaya segera.

Sementara itu, dari kubu kiri, pemimpin Partai Sosialis Olivier Faure dan pemimpin Partai Hijau Marine Tondelier sama-sama skeptis. Mereka menilai tidak ada jaminan perubahan nyata dari Macron. Tondelier bahkan menyebut, “semua ini akan berakhir sangat buruk.”

Upaya Merangkul Kubu Kiri

Untuk memperluas dukungan, tim Macron dikabarkan sedang mempertimbangkan penundaan sebagian reformasi pensiun yang sempat memicu protes nasional pada 2023. Namun langkah ini berisiko menimbulkan kemarahan dari sekutu-sekutu sentris Macron yang selama ini mendukung reformasi tersebut.

Fabien Roussel dari Partai Komunis menilai langkah itu tidak cukup. “Rakyat Prancis ingin perubahan nyata, bukan sekadar perombakan kabinet,” ujarnya dilansir daari bbc.com.

Dampak ke Ekonomi Nasional

Ketidakpastian politik ini juga mengundang kekhawatiran dari kalangan ekonomi. Gubernur Bank Sentral Prancis, François Villeroy de Galhau, memperingatkan bahwa krisis politik berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi. Bank memperkirakan pertumbuhan hanya sebesar 0,7% tahun ini, dan bisa lebih tinggi jika situasi politik lebih stabil.

“Seperti banyak orang Prancis lainnya, saya sudah muak dengan kekacauan ini,” ujar Villeroy kepada radio RTL. “Saatnya berkompromi, bahkan mungkin membentuk koalisi.”

Ujian Berat di Awal Masa Jabatan Kedua

Jika Lecornu gagal membentuk pemerintahan yang solid, ketidakstabilan politik Prancis bisa semakin dalam, dan dampaknya akan terasa langsung pada perekonomian.

Dengan waktu yang terbatas dan tekanan dari segala arah, masa depan pemerintahan Macron kini benar-benar bergantung pada kemampuan Lecornu untuk menyatukan kubu politik yang terpecah dan mengembalikan kepercayaan publik.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru