Loading
Ketua Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara pada konferensi pers di Jenewa, Swiss, 7 Agustus 2025. (ANTARA/Xinhua/Lian Yi)
JENEWA, ARAHKITA.COM — Musim flu global kembali menunjukkan tren meningkat sejak Oktober 2025. Dalam laporan terbarunya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa virus Influenza A, khususnya H3N2, menjadi tipe yang paling banyak ditemukan dalam kasus flu di berbagai belahan dunia.
Kenaikan aktivitas influenza ini berlangsung bersamaan dengan masuknya musim dingin di belahan bumi utara—periode ketika infeksi saluran napas akut seperti flu, RSV, dan virus pernapasan lainnya biasanya melonjak.
Musim Flu Datang Lebih Awal di Banyak Negara
WHO menjelaskan bahwa meski peningkatannya masih berada dalam kisaran musiman, beberapa negara melaporkan awal musim flu yang lebih cepat dari biasanya, dengan intensitas yang lebih tinggi.
Di kawasan beriklim sedang, subtropis, hingga tropis, deteksi virus H3N2 meningkat pesat sejak akhir September, menjadikannya varian yang paling dominan tahun ini.Lembaga kesehatan global itu juga menekankan bahwa waktu kemunculan, durasi, dan keparahan musim flu sulit diprediksi, karena dipengaruhi oleh:
Menariknya, sejumlah negara di belahan bumi selatan justru mencatat aktivitas influenza di atas rata-rata dalam beberapa bulan terakhir, menunjukkan dinamika flu yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Virus H3N2 Mengalami Evolusi Genetik
WHO turut mengungkap bahwa virus influenza musiman terus berevolusi. Sejak Agustus 2025, data genetik menunjukkan peningkatan keberadaan H3N2 subclade J.2.4.1 (alias subclade K) di berbagai negara.
Subclade ini mengalami beberapa perubahan genetik dibandingkan virus H3N2 sebelumnya. Meski begitu, belum ada bukti epidemiologis bahwa mutasi ini membuat penyakit menjadi lebih parah.
Vaksin Tetap Jadi Perlindungan Utama
Di tengah perkembangan virus, WHO kembali menegaskan pentingnya vaksin influenza musiman, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, ibu hamil, serta orang dengan kondisi medis tertentu dikutip Antara.
Walaupun strain yang beredar tidak selalu identik dengan yang ada dalam vaksin, vaksin tetap memberikan tingkat perlindungan yang signifikan, termasuk menurunkan risiko gejala berat dan rawat inap.