Selasa, 30 Desember 2025

Uni Eropa Sepakati Pinjaman €90 Miliar untuk Ukraina, Aset Rusia Tetap Tak Disentuh


 Uni Eropa Sepakati Pinjaman €90 Miliar untuk Ukraina, Aset Rusia Tetap Tak Disentuh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (kanan) tiba untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Polandia Karol Nawrocki di Warsawa. (Foto: Omar Marques/Getty Images/The Guardian)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Uni Eropa akhirnya mencapai kesepakatan penting untuk menopang Ukraina di tengah tekanan perang dan krisis keuangan. Para pemimpin negara anggota menyetujui pinjaman sebesar €90 miliar yang akan digelontorkan dalam dua tahun ke depan. Namun, keputusan ini diambil tanpa menggunakan aset Rusia yang dibekukan sebagai jaminan langsung—opsi yang sebelumnya ramai didorong banyak pihak.

Kesepakatan tersebut dicapai setelah perundingan maraton yang berakhir Jumat dini hari waktu setempat. Presiden Dewan Eropa, António Costa, menegaskan bahwa Uni Eropa telah menepati komitmennya. Menurutnya, pinjaman ini akan ditopang oleh anggaran Uni Eropa, dan pengembaliannya baru akan dilakukan Ukraina apabila Rusia kelak membayar ganti rugi perang.

“Uni Eropa memiliki hak untuk menggunakan aset yang disita jika diperlukan untuk melunasi pinjaman ini,” ujar Costa, menegaskan bahwa opsi tersebut tidak sepenuhnya ditutup.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyambut keputusan itu sebagai bentuk dukungan konkret yang memperkuat ketahanan negaranya. Dalam unggahan di platform X, ia menekankan pentingnya menjaga agar aset Rusia tetap dibekukan sekaligus memastikan keamanan finansial Ukraina dalam beberapa tahun mendatang.

Belgia Jadi Kunci, Risiko Hukum Jadi Penghalang

Sejak awal, Uni Eropa sebenarnya berambisi menjadikan sebagian dari aset Rusia senilai sekitar €210 miliar yang dibekukan di Eropa sebagai jaminan pinjaman. Namun rencana ini menemui jalan terjal, terutama karena Belgia—negara yang menampung sekitar 88 persen aset tersebut—meminta jaminan fiskal tanpa batas dari negara anggota lain jika Rusia memenangkan gugatan hukum di masa depan.

Perdana Menteri Belgia, Bart De Wever, secara terbuka meragukan skema tersebut. Ia menilai terlalu banyak aspek yang belum jelas dan berpotensi memicu keruntuhan keseluruhan perjanjian jika dipaksakan.

Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Lembaga kliring keuangan Euroclear di Brussels saat ini tengah digugat oleh Bank Sentral Rusia dengan nilai klaim mencapai US$230 miliar, sementara para eksekutifnya dilaporkan menghadapi tekanan serius dari intelijen Rusia.

Dana Lebih Cepat Cair, Ukraina Diuntungkan

Meski opsi “pinjaman berbasis aset Rusia” ditunda, Kanselir Jerman Friedrich Merz—salah satu pendukung kuat gagasan tersebut—menilai hasil akhir tetap sejalan dengan tujuan strategis Uni Eropa.

“Kami hanya menggeser waktunya. Pada akhirnya, aset Rusia tetap akan digunakan—baik sebagai jaminan maupun untuk pelunasan,” ujarnya.

Karena pinjaman akan diperoleh melalui pasar modal, Merz memperkirakan dana bisa mulai mengalir ke Kyiv pada pertengahan Januari, jauh lebih cepat dibandingkan skema hukum aset Rusia yang dinilai kompleks dan memakan waktu. Hal ini krusial mengingat Ukraina diprediksi menghadapi tekanan keuangan serius mulai April mendatang.

Konsensus Sulit, Tapi Tercapai

Kesepakatan ini juga mencerminkan dinamika politik internal Uni Eropa. Tiga negara dengan pemerintahan nasionalis—Hongaria, Slovakia, dan Republik Ceko—akhirnya memberi lampu hijau penggunaan anggaran UE, selama mereka tidak dibebani jaminan pinjaman tambahan.

Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen menyebut persetujuan 27 negara atas pinjaman sebesar itu sebagai pencapaian luar biasa, di tengah upaya berbagai pihak untuk memecah belah Uni Eropa.

Nada serupa disampaikan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, yang menyebut pembekuan aset Rusia tanpa batas waktu sebagai kemenangan politik dan hukum yang besar dilansir The Guardian.

Di sisi lain, dari Moskow, negosiator ekonomi Kremlin Kirill Dmitriev justru menyambut baik kegagalan penggunaan aset Rusia, menyebutnya sebagai kemenangan hukum—setidaknya untuk sementara waktu.

Tantangan Masih Panjang

Perdana Menteri Polandia Donald Tusk menggambarkan keputusan ini sebagai pilihan antara “uang hari ini atau darah besok.” Uni Eropa sendiri masih menghadapi tantangan besar, dengan kebutuhan pendanaan Ukraina untuk 2026–2027 diperkirakan mencapai €136 miliar. Brussel kini mendorong sekutu non-UE seperti Inggris, Kanada, dan Jepang untuk ikut berkontribusi.

Mantan diplomat Inggris Lord Ricketts menilai langkah Uni Eropa menunjukkan ketegasan di tengah tekanan global. Namun ia juga mempertanyakan langkah selanjutnya, khususnya bagaimana Inggris bisa ikut berperan setelah skema pinjaman reparasi tak jadi diterapkan.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru