Loading
40 Persen Anak SD di Jakarta Alami Gangguan Penglihatan Usai Pandemi. (RS Royal Progress)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Mantan Menteri Kesehatan RI, Nila Djuwita Moeloek, mengungkapkan adanya lonjakan signifikan kasus gangguan penglihatan pada anak-anak sekolah dasar (SD) pascapandemi COVID-19.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bersama Satuan Penanggulangan Gangguan Refraksi (SPGR), tercatat 40 persen anak SD di Jakarta mengalami gangguan penglihatan, melonjak tajam dari angka sebelum pandemi yang hanya 13–15 persen.
Menurut Nila, peningkatan ini disebabkan oleh kebiasaan anak-anak menggunakan gawai dalam jangka waktu lama selama pembelajaran daring.
“Selama pandemi, anak-anak banyak melihat jarak dekat yang membuat pertumbuhan bola mata menjadi lebih panjang. Ini menyebabkan mata minus,” ujarnya dalam kegiatan uji publik inovasi pemeriksaan kesehatan mata dan jiwa anak di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa bola mata normal berbentuk bulat dengan diameter sekitar 22 milimeter. Namun, faktor seperti pencahayaan buruk di ruang belajar, ukuran rongga mata kecil, dan kebiasaan menatap dekat secara terus-menerus dapat memicu perubahan bentuk bola mata menjadi lonjong. Hal ini menyebabkan cahaya tidak jatuh tepat ke saraf mata dan membuat penglihatan menjadi kabur.
Nila menekankan bahwa gangguan penglihatan berdampak langsung terhadap kemampuan belajar anak. Banyak siswa yang kesulitan melihat papan tulis, lalu disalahpahami sebagai tidak fokus atau nakal. Namun, setelah diberikan kacamata, performa akademik mereka meningkat secara signifikan.
Ia berharap pemerintah, guru, dan orang tua lebih peduli terhadap kesehatan mata anak sejak dini. Pemeriksaan mata secara rutin di sekolah dinilai penting untuk mencegah penurunan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia ke depannya.