Loading
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama. (Foto: Dok. Pribadi)
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengingatkan masyarakat agar mewaspadai bahaya gas karbon monoksida (CO) yang bisa menyebabkan kematian tanpa disadari.
Dalam keterangan tertulisnya, Prof Tjandra yang juga Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), menjelaskan lima hal penting mengenai keracunan karbon monoksida.
Pertama, karbon monoksida merupakan gas tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna, sehingga sulit dideteksi oleh manusia tanpa alat bantu.
Kedua, gas CO memiliki afinitas lebih dari 200 kali lipat dibandingkan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin. Akibatnya, oksigen di dalam darah tergantikan oleh CO dan organ-organ tubuh kekurangan oksigen, yang bisa menimbulkan kerusakan serius hingga kematian.
Ketiga, menurut Prof Tjandra, sekitar 28 ribu orang di dunia meninggal setiap tahun akibat keracunan karbon monoksida, sementara di Amerika Serikat tercatat lebih dari 400 kematian setiap tahunnya. Indonesia sendiri belum memiliki data nasional yang lengkap mengenai kasus tersebut.
Keempat, laman resmi Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menyebut, seseorang bisa meninggal akibat paparan CO bahkan sebelum gejala muncul.
Kelima, tidak semua kasus keracunan CO berujung fatal. Tingkat keparahan tergantung pada kadar gas yang terhirup dan lama paparan. Gejala umum yang bisa muncul antara lain sakit kepala, pusing, lemas, mual, muntah, nyeri dada, dan perut terasa tidak enak.
Terkait pemberitaan mengenai pasangan suami istri di Solok yang diduga keracunan CO, Prof Tjandra menegaskan perlunya analisis mendalam untuk memastikan penyebab sebenarnya. Pemeriksaan medis dan forensik diperlukan untuk menentukan apakah kematian benar disebabkan oleh gas karbon monoksida atau faktor lain.