Kamis, 07 Agustus 2025

Perpres Tunjangan Dokter Disambut Positif, Ini 4 Catatan Penting Pakar Kesehatan


  • Rabu, 06 Agustus 2025 | 23:15
  • | News
 Perpres Tunjangan Dokter Disambut Positif, Ini 4 Catatan Penting Pakar Kesehatan Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Adjunct Professor di Griffith University, Australia. (Foto: Dok. Pribadi)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2025 yang mengatur pemberian tunjangan khusus bagi dokter spesialis dan subspesialis, termasuk dokter gigi spesialis dan subspesialis, yang bertugas di wilayah DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan). Kebijakan ini secara khusus ditujukan untuk mereka yang bekerja di fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah.

Ada empat poin penting yang perlu dicermati dari kebijakan ini sebagaimana disoroti Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Adjunct Professor di Griffith University, Australia.

1. Bentuk Apresiasi yang Layak, Namun Perlu Penyempurnaan

Langkah pemerintah memberikan tunjangan khusus tentu patut diapresiasi. Ini adalah bentuk perhatian dan keberpihakan terhadap tenaga medis yang bekerja di wilayah dengan tantangan geografis dan infrastruktur yang berat. Namun, perlu dicatat bahwa jumlah tunjangan yang disebut-sebut sekitar Rp 30 juta mungkin belum sepenuhnya memadai, terutama di daerah yang sangat terpencil.

Selain itu, perlu dipertimbangkan pula nasib tenaga kesehatan lainnya yang juga bekerja di lokasi yang sama. Tugas dokter spesialis tidak dapat dilakukan sendirian, melainkan dalam kerja tim yang solid bersama perawat, tenaga laboratorium, dan profesi kesehatan lainnya. Pemerataan insentif bagi seluruh tim kesehatan akan memperkuat layanan di wilayah-wilayah tersebut.

2. Sarana dan Prasarana Menjadi Kunci Keberhasilan

Dalam praktik sehari-hari, dokter dan dokter gigi spesialis membutuhkan peralatan medis yang canggih, serta dukungan infrastruktur yang layak seperti listrik yang stabil, pendingin ruangan (AC), dan akses internet. Tanpa itu semua, sulit rasanya mereka dapat menjalankan tugas secara maksimal.

Selain itu, peralatan medis juga memerlukan pemeliharaan rutin dan layanan teknis dari perusahaan pemasok. Maka, ekosistem pendukung harus dibangun agar keberadaan tenaga medis di DTPK tidak terhambat oleh keterbatasan fasilitas.

3. Kepastian Karier dan Skema Rotasi yang Jelas

Salah satu poin penting dalam kebijakan ini adalah kesempatan pelatihan dan pembinaan karier bagi dokter spesialis dan subspesialis. Namun, pemerintah juga perlu memberikan kejelasan soal durasi penempatan di DTPK. Apakah mereka akan ditugaskan seumur hidup hingga pensiun, atau akan ada rotasi periodik?

Jika memang akan ada sistem rotasi, maka mekanismenya harus diatur sejak awal secara terbuka dan adil, agar para dokter memiliki kepastian karier serta rasa aman dalam menjalankan pengabdiannya.

4. Masa Depan Anak Dokter di DTPK Juga Perlu Diperhatikan

Tak kalah penting, para dokter spesialis dan subspesialis yang ditugaskan di wilayah terpencil tentu juga memikirkan masa depan pendidikan anak-anak mereka. Mutu pendidikan di SD, SMP, hingga SMA di DTPK perlu menjadi perhatian, terutama jika anak-anak mereka kelak ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

Dengan demikian, pembangunan infrastruktur pendidikan yang baik di DTPK merupakan bagian integral dari keberhasilan kebijakan ini. Karena dukungan bagi keluarga tenaga medis juga menjadi penentu apakah kebijakan ini bisa berjalan berkelanjutan.

Perpres No. 81 Tahun 2025 merupakan langkah positif dalam memperkuat layanan kesehatan di wilayah DTPK dengan cara memberikan insentif kepada dokter spesialis dan subspesialis. Namun agar kebijakan ini benar-benar berdampak, maka pendekatannya harus menyeluruh—meliputi insentif yang adil, fasilitas yang memadai, jaminan karier, serta dukungan bagi keluarga dokter.

"Ini adalah momentum yang baik untuk memastikan pemerataan layanan kesehatan sekaligus memberikan penghargaan yang pantas kepada para pahlawan medis di garis depan pelayanan kesehatan Indonesia,"pungkas Prof Tjandra.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru