Selasa, 30 Desember 2025

Pakar Ingatkan Dampak Gas Air Mata terhadap Kesehatan


  • Minggu, 31 Agustus 2025 | 21:00
  • | News
 Pakar Ingatkan Dampak Gas Air Mata terhadap Kesehatan Ilustrasi - Pelajar luka terkena gas air mata akibat bentrokan dengan polisi saat demonstrasi menolak RKUHP dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di Slipi, Jakarta Barat, Senin (30/9/2019). Akibat kericuhan ini tol dalam kota di kawasan Slipi lumpuh total.(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

JAKARTA, ARAHKITA.COM  – Pakar kesehatan sekaligus penerima Penghargaan Achmad Bakrie XXI bidang Kesehatan, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengingatkan masyarakat tentang bahaya paparan gas air mata yang akhir-akhir ini digunakan dalam aksi demonstrasi.

Prof Tjandra menyampaikan sedikitnya lima hal penting mengenai efek gas air mata terhadap tubuh.

Pertama, zat kimia yang lazim digunakan dalam gas air mata mencakup chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR).

Kedua, paparan gas ini umumnya menimbulkan gangguan pada kulit, mata, serta paru-paru dan saluran pernapasan.

Ketiga, gejala akut di sistem pernapasan dapat berupa dada terasa berat, batuk, tenggorokan tercekik, bunyi mengi, hingga sesak napas. Dalam kasus tertentu, paparan bisa berujung pada kondisi gawat napas (respiratory distress). Penderita asma maupun Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) disebut sangat rentan mengalami serangan akut yang bisa berkembang menjadi gagal napas (respiratory failure).

Keempat, selain pernapasan, gas air mata juga dapat menimbulkan rasa terbakar di mata, mulut, dan hidung, penglihatan kabur, kesulitan menelan, serta luka bakar kimiawi atau reaksi alergi.

Kelima, walaupun efeknya biasanya bersifat akut, paparan dosis tinggi dalam waktu lama—terutama di ruang tertutup—dapat menimbulkan dampak kronis berkepanjangan.

Prof Tjandra menambahkan, tingkat bahaya gas air mata ditentukan oleh tiga faktor utama:

1. Besar dosis paparan yang diterima seseorang.

2. Kondisi kesehatan dan sensitivitas individu terhadap zat kimia tersebut.

3. Situasi lingkungan, apakah terjadi di ruang terbuka atau tertutup, serta bagaimana aliran udara di sekitarnya.

“Semakin besar dosis, semakin sensitif kondisi kesehatan seseorang, dan semakin buruk kondisi lingkungannya, maka risiko terhadap kesehatan juga semakin besar,” tegasnya.

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru