Selasa, 30 Desember 2025

Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Presiden Prabowo Keliru soal Mutasi dan Promosi TNI


  • Rabu, 08 Oktober 2025 | 17:30
  • | News
 Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Presiden Prabowo Keliru soal Mutasi dan Promosi TNI Presiden Prabowo Subianto. (Antaranews/BPMI Sekretariat)

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Koalisi Masyarakat Sipil menilai pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam peringatan HUT ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI) keliru dan berpotensi menyesatkan pemahaman prajurit terhadap aturan organisasi.

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyebut proses seleksi kepemimpinan di TNI tidak perlu terlalu memperhitungkan senioritas, melainkan mengutamakan prestasi, pengabdian, dan cinta tanah air. Namun menurut Koalisi, pernyataan tersebut menutupi persoalan utama yang selama ini terjadi di tubuh TNI.

“Masalah mutasi dan promosi di tubuh TNI bukan soal senior atau junior, tetapi karena politisasi yang makin kental. Promosi lebih banyak dipengaruhi kedekatan politik, bukan profesionalisme,” ujar Koalisi Masyarakat Sipil dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (8/10/2025).

Koalisi menilai, sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga kini, sistem meritokrasi dalam promosi TNI tidak berjalan optimal karena intervensi kekuasaan lebih dominan dibanding kompetensi dan pengalaman.

Salah satu contoh yang disorot adalah kenaikan pangkat luar biasa Letkol Inf. Teddy Indra Wijaya yang disebut tidak melalui mekanisme meritokrasi sebagaimana mestinya. Koalisi menilai langkah tersebut menjadi bukti adanya praktik promosi yang lebih berpihak pada kedekatan politik daripada prestasi.

“Perwira yang tidak memiliki akses politik dan ekonomi pada kekuasaan akan kesulitan mendapat promosi. Sementara yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan bisa naik pangkat dengan cepat,” lanjut pernyataan itu.

Koalisi juga menilai Presiden telah menerapkan kontrol sipil subjektif alih-alih kontrol sipil objektif, yang justru merusak profesionalisme militer. Selain itu, Presiden disebut memberi kenaikan pangkat luar biasa kepada sejumlah perwira dan purnawirawan yang pernah tersangkut kasus pelanggaran HAM berat seperti penghilangan paksa.

Lebih jauh, Koalisi menyoroti kontradiksi antara pidato Presiden dan kebijakan hukum dalam revisi Undang-Undang TNI. Revisi tersebut memberi ruang bagi perwira senior untuk tetap menjabat lebih lama melalui perpanjangan masa pensiun, yang justru menimbulkan stagnasi karier dan menghambat regenerasi di tubuh TNI.

“Perpanjangan masa pensiun menyebabkan penumpukan pada level perwira menengah dan menghambat proses promosi,” tegas Koalisi dalam rilis yang disampaikan kepada media, Rabu (8/10/2025)

Menutup pernyataannya, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar prinsip meritokrasi dikembalikan sebagai dasar dalam sistem promosi dan mutasi TNI guna menjaga profesionalisme, menghormati konstitusi, serta menjamin penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Koalisi Masyarakat Sipil yang menyampaikan pernyataan ini terdiri dari sejumlah lembaga hak asasi manusia dan organisasi masyarakat sipil, yakni Imparsial, De Jure, PBHI, Walhi, KPI, Centra Initiative, serta Raksha Initiative.

Koalisi ini diwakili oleh sejumlah tokoh dan aktivis, antara lain Ardi Manto Adiputra, Direktur Imparsial; Wahyudi Djafar dari Raksha Initiatives; Julius Ibrani dari PBHI; Bhatara Ibnu Reza dari DeJure; dan Al Araf, Ketua Centra Initiative. Mereka menjadi narahubung yang aktif menyuarakan pentingnya penegakan meritokrasi dan profesionalisme di tubuh TNI.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru