Loading
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan dirinya tidak memiliki niat untuk mundur dari jabatannya, usai menghadiri rapat koordinasi dengan Ketua PWNU di Surabaya, Minggu (23/11/2025). ANTARA/Fahmi Alfian/am.
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Polemik besar mewarnai tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) setelah terbitnya Surat Edaran Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang menyatakan pemberhentian Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dari posisi Ketua Umum PBNU. Merespons hal tersebut, Gus
Yahya menegaskan bahwa keputusan tersebut keliru secara hukum organisasi.Ia menyebut langkah yang diambil sejumlah pihak melalui rapat harian Syuriah tidak memiliki dasar konstitusional. Menurutnya, Syuriah tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan ketua umum.
"Proses itu inkonstitusional dan tidak bisa diterima. Syuriah tidak berwenang memberhentikan ketua umum," ujar Gus Yahya, Rabu (26/11/2025).
Ia menekankan bahwa pemberhentian ketua umum hanya dapat dilakukan melalui Muktamar, sesuai aturan dasar PBNU. Kondisi rapat yang membahas posisinya juga dinilai tidak objektif karena ia tidak diberi kesempatan hadir dan memberi klarifikasi, meski beberapa peserta rapat meminta hal tersebut.
Lebih jauh, Gus Yahya menyebut keputusan itu diambil sepihak dan berada di luar batas kewenangan. Hingga kini, ia menilai dirinya masih sah sebagai Ketua Umum PBNU secara konstitusional, baik secara fungsi maupun dukungan struktur organisasi.
"Secara konstitusional, saya masih ketua umum. Jajaran PBNU hingga tingkat bawah masih berjalan normal bersama saya," tegasnya dikutip Antara.
Sementara itu, surat edaran yang ditandatangani Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir bersama Khatib PBNU Ahmad Tajul Mafakir menyatakan bahwa Gus Yahya dianggap tidak lagi menjabat mulai 26 November 2025. Surat tersebut sekaligus menegaskan bahwa ia tidak lagi berhak menggunakan fasilitas maupun atribut ketua umum.
Baca juga:
NU dan Masa Depan Demokrasi IndonesiaSelain itu, surat tersebut juga merujuk sejumlah regulasi internal PBNU, termasuk mekanisme pembahasan pemberhentian sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2025, Nomor 13 Tahun 2025, serta pedoman organisasi tahun 2023. PBNU pun berencana menggelar Rapat Pleno untuk menindaklanjuti status dan arah kepengurusan selanjutnya.