Selasa, 30 Desember 2025

WWF: Banjir di Sumatera Bukti Akumulasi Kerusakan Lingkungan yang Lama Diabaikan


  • Kamis, 11 Desember 2025 | 20:30
  • | News
 WWF: Banjir di Sumatera Bukti Akumulasi Kerusakan Lingkungan yang Lama Diabaikan CEO WWF Indonesia Aditya Bayunanda menyampaikan keterangan terkait bencana banjir Sumatera melalui akun resmi WWF di Jakarta, Kamis (11/12/2025). ANTARA/HO-WWF/pri.

JAKARTA, ARAHKITA.COM – WWF Indonesia menegaskan bahwa rangkaian banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak bisa dilihat sebagai peristiwa yang berdiri sendiri. Bencana ini, menurut WWF, merupakan hasil akumulasi persoalan tata kelola lingkungan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

CEO WWF Indonesia, Aditya Bayunanda, dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (11/12/2025), menekankan bahwa kesalahan tidak bisa diarahkan hanya pada pejabat yang kini tengah menjabat. Ia menyebut bencana ini adalah konsekuensi dari proses panjang yang berakar pada kebijakan masa lalu.

“Ini akumulasi pengelolaan selama belasan tahun, bukan sesuatu yang terjadi dalam satu-dua periode pemerintahan,” ujar Aditya.

Akar Masalah yang Lebih Dalam

Aditya menjelaskan bahwa kerusakan ekosistem, deforestasi, dan lemahnya pengawasan bukanlah persoalan baru. Ia menilai publik perlu melihat rangkaian kebijakan masa lalu—termasuk izin pemanfaatan kawasan hutan—yang memberi ruang eksploitasi tanpa mitigasi yang memadai.

Berbagai izin yang dikeluarkan pada periode sebelumnya, kata Aditya, telah membentuk masalah struktural yang kini memunculkan dampak besar, termasuk banjir berulang dan kerentanan tanah longsor.

Karena itu, ia menilai tidak adil jika Menteri Kehutanan saat ini, Raja Juli Antoni, menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan.

Kepatuhan Rendah terhadap Aturan Lingkungan

Selain kebijakan perizinan, Aditya juga menyoroti rendahnya kepatuhan pemegang izin terhadap regulasi perlindungan lingkungan. Salah satu aturan paling penting adalah perlindungan sempadan sungai—zona penyangga yang seharusnya tidak boleh digarap untuk mencegah luapan dan banjir bandang.

Di lapangan, aturan ini justru sering diabaikan. Banyak perkebunan dan operasi tambang membangun area produksinya hingga ke tepi sungai.

“Hanya sedikit yang benar-benar melindungi sempadan sungai. Banyak perkebunan maupun tambang justru berada sangat dekat dengan aliran sungai,” jelas Aditya.

Jalan Keluar: Reformasi Tata Kelola Hutan

WWF Indonesia menilai bahwa solusi tidak bisa lagi bersifat parsial. Perlu perbaikan menyeluruh melalui:

  • Audit terhadap izin-izin lama
  • Penegakan aturan perlindungan sungai dan kawasan lindung
  • Pengawasan yang lebih kuat dan konsisten
  • Pendekatan sistematis ini dinilai penting untuk mencegah bencana yang sama terulang.

Sebagai organisasi konservasi independen, WWF Indonesia menempatkan hubungan antara manusia dan alam sebagai inti pekerjaannya. WWF mendorong tata kelola sumber daya alam yang adil, berkelanjutan, dan mampu memberikan manfaat konservasi jangka panjang bagi generasi mendatang.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru