Loading
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaaan Negeri Sikka Tegar Prastya S.H, M.H, melakukan sosialisasi Restorative Justice live talkshow di Radio Suara Sikka FM dengan tema Pemulihan Keadaan Semula Yang Berkeadilan Mengedepan Hati Nurani, pada Kamis (8/5/2025). (Foto: Dok. Radio Suara Sikka FM)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Kejaksaaan Negeri Sikka gencar melakukan sosialisasi tentang Keadilan Restorative kepada masyarakat Kabupaten Sikka. Kesempatan kali ini pada Kamis (8/6/2025) Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaaan Negeri Sikka Tegar Prastya S.H, M.H, melakukan sosialisasi Restorative Justice live talkshow di Radio Suara Sikka FM dengan tema "Pemulihan Keadaan Semula Yang Berkeadilan Mengedepan Hati Nurani".
Dalam kesempatan tersebut Tegar menjelaskan bahwa tujuan dari Restorative Justice adalah mengembalikan kondisi seperti sebelum terjadinya tindak pidana, memperhatikan keadilan bagi semua pihak, terutama korban dan pelaku.
Lanjut Tegar, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga penegak hukum dituntut mewujudkan kepastian hukum, keadilan, dan kebenaran yang berlandaskan hukum dan norma sosial. Keadilan restoratif menekankan pada pemulihan, perdamaian, dan keseimbangan antara hak korban dan pelaku.
Lebih jauh Ia menjelaskan manfaat dari Restorative Justice adalah untuk Peningkatan keadilan bagi korban. Pencegahan kejahatan berulang. Penguatan sosial dan reintegrasi pelaku. "Penyelesaian perkara menjadi lebih cepat, sederhana, dan biaya ringan. Memulihkan fisik, mental, dan sosial pelaku serta korban dan menghidupkan peran tokoh masyarakat, agama, dan adat dalam proses keadilan,"ungkapnya.
Kasi Pidum juga menyampaikan beberapa kendala yang dihadapi dalam Penerapan Restorative Justice di Kejaksaan RI yakni:
1. Waktu Mediasi Terbatas. Durasi 14 hari sering dirasa kurang untuk mencapai kesepakatan damai yang efektif.
2. Kesulitan menghadirkan para pihak. Sering sulit menghadirkan korban, pelaku, keluarga, dan tokoh masyarakat secara bersamaan.
3. Faktor Budaya dan Sosial. Masyarakat di beberapa daerah belum sepenuhnya mendukung atau memahami konsep restorative justice.
4. Keterbatasan Sarana dan Prasarana yakni kendala administrasi seperti mesin cetak dokumen, komunikasi, dan transportasi terutama di wilayah terpencil.
Tegar mengatakan bahwa Restorative Justice adalah pendekatan keadilan yang mengutamakan pemulihan dan perdamaian, bukan sekadar hukuman. Kejaksaan RI telah menerapkan mekanisme ini secara resmi dengan regulasi yang jelas dan fasilitas Rumah RJ. Khusus untuk perkara narkotika, restorative justice membantu pelaku mendapatkan rehabilitasi dan kesempatan memperbaiki diri. “Hati Nurani Adalah Suatu Badan Keadilan, Yang Keputusannya Tidak Dapat Diajukan Banding,” Tegar mengutip Henderina Malo, S.H., M.Hum.
"Keadilan restoratif adalah nyala harapan di tengah reruntuhan luka. Ia tak datang membawa vonis, melainkan tangan yang mengulurkan maaf. Ia tak hanya memulihkan yang patah, tapi juga menenun kembali ikatan kemanusiaan yang tercerai. Di dalamnya, hukum berbicara dengan hati dan keadilan menemukan wajahnya yang paling manusiawi,"pungkas Tegar.