Selasa, 30 Desember 2025

KUHAP Baru Perketat Syarat Penangkapan, Komisi III DPR Luruskan Narasi Publik


 KUHAP Baru Perketat Syarat Penangkapan, Komisi III DPR Luruskan Narasi Publik Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman bersama jajaran Komisi III DPR RI saat konferensi pers di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (19/11/2025). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru tidak membuka ruang penangkapan semena-mena. Justru, aturan baru tersebut memperketat prosedur penangkapan, penahanan, hingga penggeledahan oleh aparat penegak hukum.

Habiburokhman menilai sejumlah narasi yang beredar di publik keliru, terutama anggapan bahwa Pasal 5 KUHAP baru menjadi “pasal karet” yang memungkinkan siapa saja ditangkap dengan mudah. Ia menegaskan bahwa anggapan itu jauh dari kenyataan.

“Penangkapan, penahanan, dan penggeledahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Persyaratannya jauh lebih ketat dibandingkan KUHAP sebelumnya,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/11/2025).

Bukan di Tahap Penyelidikan, tapi Penyidikan

Ia menjelaskan bahwa narasi yang menyebut penyelidik dapat langsung melakukan penangkapan atau penggeledahan pada tindak pidana yang belum terkonfirmasi adalah salah kaprah. Menurut dia, KUHAP baru menegaskan bahwa seluruh tindakan upaya paksa — termasuk penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan — dilakukan dalam tahap penyidikan, bukan penyelidikan.

Aturan ini, kata Habiburokhman, dibuat untuk mengatasi keterbatasan jumlah penyidik. Dalam kondisi tertentu, penyelidik memang dapat membantu proses penangkapan, tetapi hanya atas perintah penyidik dan tetap dalam kerangka hukum yang ketat.

“Penangkapan dan penahanan dalam Pasal 5 hanya bisa dilakukan atas perintah penyidik untuk kepentingan penyidikan,” tegasnya.

Undercover Buying Tidak Berlaku untuk Semua Tindak Pidana

Habiburokhman juga meluruskan isu bahwa metode penyamaran atau undercover buying dapat dipakai untuk seluruh tindak pidana. Menurutnya, ini adalah kekeliruan lain yang berkembang di masyarakat.

“Pasal 16 tidak menyebut penyamaran untuk semua tindak pidana. Itu khusus untuk kasus narkotika dan psikotropika,” jelasnya dikutip Antara.

Izin Hakim Tetap Wajib untuk Upaya Paksa

Di sisi lain, ia membantah narasi bahwa penggeledahan, penyitaan, penyadapan, atau pemblokiran dapat dilakukan berdasarkan penilaian subjektif aparat tanpa persetujuan hakim.

“Hal itu tidak benar. Setiap upaya paksa tetap harus melalui izin hakim dengan syarat yang bahkan lebih ketat daripada KUHAP lama,” ujarnya.

Dengan penegasan ini, Komisi III berharap publik mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai substansi KUHAP baru, serta tidak terjebak pada misinformasi yang berkembang.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Politik Terbaru