Loading
R. Wahyu Handoko, S.Sos, MM, Aktivis, Pengamat Masalah Sosial dan Pendidikan. (Foto: Dok. Pribadi)
Oleh: R. Wahyu Handoko, S.Sos, MM
Aktivis, Pengamat Masalah Sosial dan Pendidikan
KAMPUS Trisakti adalah salah satu simbol perjuangan masyarakat dalam membangun pendidikan tinggi yang bermartabat. Namun, hingga hari ini, penguasaan fisik bangunan dan minimnya integritas pengelolaan enam satuan pendidikan di bawah naungan Yayasan Trisakti yang sah masih menjadi persoalan besar.
Baca juga:
Yayasan Trisakti Sampaikan Surat Terbuka kepada Sivitas Akademika, Tegaskan Tolak Status PTNBHAlih-alih berpihak pada kejelasan hukum dan amanah sejarah, justru muncul pengelolaan yang mengabaikan dasar pendirian yayasan ini: yaitu prakarsa masyarakat sipil dan cita-cita luhur Trisakti yang pernah diusulkan Presiden Soekarno sendiri—berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.
Sebagai bagian dari Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan Trisakti yang sah secara hukum dan historis, saya merasa wajib bersuara. Ini bukan sekadar soal legalitas, tapi juga tanggung jawab moral atas marwah pendidikan tinggi.
Baca juga:
Berjuang untuk Sejahtera BersamaAkar historis Yayasan Trisakti tercatat sah melalui Akta Notaris No. 31 Tahun 1966, yang didirikan oleh Brigjen TNI Dr. Syarif Thajeb dan Kapten Laut Kristoforus Sindhunata, SH. Dana pendirian berasal dari sumbangan pribadi, bukan negara. Hal ini menegaskan bahwa Trisakti sejak awal adalah inisiatif murni masyarakat.
Status hukum Yayasan Trisakti juga telah diperkuat melalui SK Mendikbud No. 0281/U/1979 tanggal 31 Desember 1979 yang menegaskan penyerahan pembinaan Universitas Trisakti kepada yayasan. Dokumen ini tersimpan rapi di Arsip Nasional. Sayangnya, konflik internal di masa lalu yang berlarut-larut—akibat salah paham dan salah orientasi—telah dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk memanipulasi pengelolaan Trisakti demi kepentingan kelompoknya.
Kami, Yayasan Trisakti yang berkantor di Kampus C Rawasari, telah menempuh jalur hukum hingga inkrah. Gugatan kami telah dikabulkan oleh pengadilan, termasuk oleh Mahkamah Agung. Namun, hingga kini, implementasi keputusannya masih dihambat oleh oknum-oknum di lingkaran birokrasi dan kekuasaan.
Yang lebih memprihatinkan, terdapat kelompok yang mengaku sebagai yayasan versi "setingan" yang diduga kuat didukung oknum pejabat. Mereka terus mengabaikan hukum dan fakta sejarah, serta berani mengklaim pengelolaan Universitas Trisakti. Hal ini tidak hanya mencederai hukum, tetapi juga bertolak belakang dengan semangat reformasi birokrasi yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam Asta Cita Presiden Prabowo, salah satu tekad utamanya adalah menegakkan supremasi hukum, memberantas korupsi, dan membersihkan birokrasi dari manipulasi. Namun, dalam kasus Trisakti, tampak ada sebagian aparat yang belum sejalan dengan visi besar tersebut. Ini bukan hanya mencoreng tata kelola, tetapi juga melemahkan wibawa negara dalam pandangan publik.
Berangkat dari sini, saya mengajak semua pihak—terutama alumni dan civitas akademika Trisakti—untuk merenungkan sejumlah pertanyaan penting:
1. Bagaimana pertanggungjawaban para pimpinan Universitas Trisakti terhadap Yayasan Trisakti selama masa dualisme kepemimpinan?
2. Apakah selama era tersebut dilakukan audit eksternal yang independen? Jika ya, oleh siapa?
3. Bagaimana keabsahan ijazah lulusan selama masa kepemimpinan yang tidak diangkat oleh yayasan sah?
4. Apa status hukum aset yang dibeli selama masa pembelotan?
5. Atas nama badan hukum mana rekening atas nama "Yayasan Trisakti" dibuka?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan untuk memecah belah, melainkan demi keterbukaan dan akuntabilitas publik. Pendidikan tinggi adalah ladang suci pembangunan bangsa. Jangan nodai dengan kepentingan politik, ekonomi, atau kekuasaan sesaat.
Kami menolak segala bentuk penyalahgunaan wewenang, penyerobotan aset, dan pelecehan terhadap hukum yang sah. Tindakan tersebut tidak hanya bertentangan dengan etika akademik, tapi juga mencederai nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Kita harus kembali pada prinsip-prinsip Good University Governance yang menjunjung integritas, transparansi, dan akuntabilitas.
Kini saatnya seluruh alumni dan civitas Trisakti—lintas generasi, lintas fakultas, lintas etnis, agama, dan golongan—bangkit menyelamatkan almamaternya. Mari kita jaga warisan pendiri bangsa ini dari tangan-tangan yang hendak merampasnya.
Saya ingin mengingatkan kembali pesan klasik:
Veritatis numquam perit — Kebenaran tidak akan pernah mati.
Bonum quod est supprimitur, numquam extinguitur — Yang baik bisa ditekan, tapi tak akan padam.
Semoga hukum ditegakkan. Semoga Trisakti kembali jaya—maju, unggul, beradab, dan berprestasi.