Selasa, 30 Desember 2025

SBY Ungkap Alasan Indonesia Keluar dari OPEC: Karena Justru Jadi Pengimpor Minyak


 SBY Ungkap Alasan Indonesia Keluar dari OPEC: Karena Justru Jadi Pengimpor Minyak Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam “Delivering Impactful Energy Transition” di Jakarta, Senin (6/10/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengungkap alasan di balik keputusan Indonesia keluar dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Menurutnya, langkah itu diambil karena Indonesia sudah tidak lagi menjadi negara pengekspor, melainkan justru mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

“Kalau mindset-nya masih merasa kita negara kaya minyak, lalu bisa berbuat apa saja, itu keliru. Saat kita sudah jadi net importer, logikanya tidak tepat bila tetap berada di OPEC,” ujar SBY dalam forum Delivering Impactful Energy Transition di Jakarta, Senin (6/10/2025).

Produksi Minyak Menurun Sejak Akhir 1990-an

SBY menuturkan, ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada 1999, produksi minyak Indonesia masih berada di kisaran 1,5 juta barel per hari (bph). Namun, produksi itu terus menurun dari tahun ke tahun hingga jauh di bawah angka tersebut saat ini.

“Jadi, hentikan pola pikir bahwa kita kaya minyak dan bisa terus bergantung pada minyak bumi. Justru itu yang menghambat kemajuan,” tegas SBY.

SBY menilai, penurunan produksi minyak menjadi sinyal kuat bahwa transisi energi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) harus segera dilakukan agar Indonesia tidak terus tergantung pada bahan bakar fosil.

“Kita harus benar-benar beralih ke sumber energi yang renewable, bukan sekadar wacana,” tambahnya dikutip Antara.

Data Produksi Migas 2025: Mulai Tunjukkan Perbaikan

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, produksi minyak pada Juni 2025 mencapai 608,1 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD) atau 100,5% dari target APBN 2025 sebesar 605 MBOEPD.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan, capaian produksi tersebut merupakan yang terbaik dalam beberapa tahun terakhir.

“Kita lihat Januari di 599,6, dan Juni sudah naik ke 608,1. Target APBN 605 akhirnya terlampaui,” ungkap Bahlil dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja Semester I 2025 di Jakarta, Senin (11/8/2025).

Untuk produksi gas bumi, pada bulan yang sama tercatat sebesar 1.146,4 MBOEPD, atau 114% dari target, dengan rata-rata semester I 2025 mencapai 1.199,7 MBOEPD. Secara total, akumulasi produksi minyak dan gas (migas) semester I mencapai 1.754,5 MBOEPD, melebihi target 1.610 MBOEPD dalam APBN 2025.

Latar Belakang: Indonesia Resmi Hentikan Keanggotaan OPEC

Indonesia secara resmi menangguhkan keanggotaan penuhnya di OPEC setelah keputusan dalam pertemuan di Wina. Dalam pernyataannya, OPEC menghormati permohonan Indonesia untuk menunda keanggotaan hingga kondisi produksi kembali memungkinkan.

“Konferensi dengan hormat menerima permohonan Indonesia untuk menunda keanggotaan penuhnya dan berharap Indonesia dapat segera bergabung kembali di masa mendatang,” demikian pernyataan resmi OPEC.

Indonesia bergabung dengan OPEC sejak tahun 1961, namun pada 2008 memutuskan keluar karena sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dari produksi sendiri. Saat itu, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menyebut kemungkinan Indonesia akan kembali ke OPEC jika produksi meningkat.

“Kalau produksi sudah kembali di level ekspor, kita bisa mempertimbangkan kembali untuk bergabung,” ujarnya saat itu.

Meski demikian, beberapa pejabat Indonesia kala itu menilai OPEC kurang memperhatikan negara anggota kecil seperti Indonesia. Sementara banyak analis menilai, turunnya produksi minyak nasional merupakan akibat minimnya investasi jangka panjang dan pengelolaan sumber daya yang kurang optimal.

Sejak pertengahan 1990-an, produksi minyak Indonesia terus menurun. Pada 2008, pemerintah bahkan menurunkan perkiraan produksi harian menjadi hanya 927 ribu barel per hari, jauh dari puncak produksi di tahun-tahun sebelumnya.

Arah Baru Energi Nasional

Pernyataan SBY kali ini mempertegas urgensi untuk memperkuat kemandirian energi nasional. Indonesia tidak bisa terus menggantungkan ekonomi pada minyak, melainkan harus fokus pada pengembangan energi terbarukan seperti panas bumi, surya, dan bioenergi.

Dengan pergeseran kebijakan energi yang lebih hijau, Indonesia diharapkan mampu menjaga ketahanan energi sekaligus berkontribusi dalam upaya global mengurangi emisi karbon.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru