Loading
Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menyampaikan pidatonya mewakili Presiden Prabowo Subianto pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu (22/11/2025). ANTARA/Mentari Dwi Gayati/aa.
JOHANNESBURG — Di hari pembukaan forum puncak KTT G20 yang digelar di Johannesburg, Afrika Selatan, pada Sabtu, 22 November 2025, Gibran Rakabuming Raka yang hadir sebagai wakil Indonesia menyampaikan pesan tegas: setiap negara memiliki hak untuk menentukan arah pembangunan sendiri.
Dalam pidatonya di hadapan puluhan pemimpin dunia, Gibran menyebut bahwa tidak ada satu model tunggal yang bisa diterapkan untuk semua negara. “Indonesia percaya bahwa setiap negara berhak memetakan jalur pembangunannya sendiri karena tidak ada satu model yang cocok untuk semua. Tidak ada yang namanya metode terbaik,” ujarnya.
Gibran juga menegaskan bahwa kerangka kerja sama antar-negara harus bersifat inklusif: bukan mendikte atau menciptakan ketergantungan, melainkan memberdayakan dan mengangkat potensi bersama. “Kerja sama harus memberdayakan, bukan mendikte. Kerja sama harus mengangkat, bukan menciptakan ketergantungan,” tambahnya.
Fokus Agenda KTT G20Pada sesi pembukaan KTT G20 ini, sejumlah isu utama dibahas seperti ekonomi berkelanjutan, peran perdagangan dan keuangan dalam pembangunan, serta tantangan utang negara-berkembang.
Untuk ekonomi berkelanjutan, Gibran menyatakan bahwa pertumbuhan global harus tak hanya kuat secara angka, tetapi juga adil dan inklusif agar tiap bangsa dapat maju.Pada tema pembangunan tangguh (resilient world), yang akan dibahas di sesi selanjutnya, menyinggung isu kebencanaan, perubahan iklim, dan transisi energi yang adil (just energy transition).
Sesi ketiga akan memfokuskan pada pekerjaan layak dan tata kelola kecerdasan buatan (AI), termasuk perhatian khusus pada mineral kritis—isu yang menjadi prioritas Indonesia.
Komitmen Indonesia
Gibran menyampaikan bahwa Indonesia menyambut baik agenda keuangan berkelanjutan yang diangkat dalam KTT ini, namun menegaskan bahwa ambisi global tersebut harus melampaui retorika: menutup kesenjangan antarnegara dan memperkuat akses pembiayaan bagi negara-berkembang. “Dunia membutuhkan pembiayaan yang lebih mudah diakses, terprediksi, dan setara, terutama bagi negara-negara berkembang, melalui keringanan utang, pembiayaan inovatif, pembiayaan campuran, dan mekanisme transisi hijau,” ucapnya dikutip Antara.
Lebih lanjut, dia merinci bahwa pemerintah Indonesia telah mengalokasikan lebih dari separuh anggaran iklim nasional—yakni sekitar US $2,5 miliar per tahun—untuk mendukung UMKM hijau, asuransi pertanian, dan infrastruktur berketahanan iklim.
Makna dan Tantangan ke Depan
Pesan kuat yang dibawa Indonesia lewat Gibran di ajang KTT G20 ini adalah bahwa pembangunan nasional tidak bisa dipaksakan dengan satu formula global yang sama untuk semua. Konteks sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan tiap negara berbeda, dan solusi harus disesuaikan.
Namun, menyadari hak kemandirian pembangunan bukan berarti menutup diri terhadap dunia: kerja sama global tetap vital, namun dengan prinsip menghormati, memberdayakan, dan memastikan bahwa tak terjadi ketergantungan yang merugikan negara-nasional.
Ke depan, langkah nyata sangat penting: bagaimana isu-isu seperti transisi energi berkeadilan, pembiayaan inovatif, dan tata kelola mineral kritis benar-benar diterjemahkan menjadi program nyata di lapangan. Bagi Indonesia, ini saatnya bukan sekadar hadir dalam forum internasional, tapi menjadikan forum itu sebagai alat untuk kemajuan domestik yang inklusif.