Loading
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (kedua kanan) didampingi Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi (tengah), Kepala Satgas Pangan Polri Helfi Assegaf (kanan) dan pejabat lainnya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (26/6/2025). ANTARA/Harianto
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengambil langkah tegas dengan melaporkan 212 produsen beras ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Laporan ini dilayangkan menyusul temuan pelanggaran serius terkait mutu, berat bersih, dan harga eceran tertinggi (HET) dalam perdagangan beras di Indonesia.
Menurut Amran, dari 268 merek beras yang diselidiki oleh tim gabungan Kementerian Pertanian, Satgas Pangan, Kejaksaan, dan Badan Pangan Nasional, sebanyak 212 merek terbukti tidak sesuai ketentuan. Temuan ini diperoleh dari hasil uji laboratorium di 13 titik di 10 provinsi.
“Dari hasil pemeriksaan, sebanyak 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen beratnya tidak sesuai takaran. Ini jelas sangat merugikan masyarakat,” ungkap Amran dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Produksi Naik, Harga Tetap Tinggi: Ada Anomali
Mentan menyoroti ketidaksesuaian antara lonjakan produksi dan tingginya harga beras di pasaran. Berdasarkan data FAO, proyeksi produksi beras Indonesia tahun 2025/2026 mencapai 35,6 juta ton—melampaui target nasional yang hanya 32 juta ton.
“Kalau dulu harga naik karena stok terbatas, sekarang stok melimpah tapi harga tetap tinggi. Ini jadi indikasi kuat adanya penyimpangan di jalur distribusi dan tata niaga,” ujarnya.
Ia menambahkan, praktik curang ini tidak hanya merugikan rakyat sebagai konsumen, tapi juga berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi nasional hingga Rp99 triliun.
SPHP Dikemas Ulang Jadi Premium
Amran juga mengungkap modus yang digunakan oknum nakal, yakni mengemas ulang beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) bersubsidi menjadi beras premium untuk dijual dengan harga lebih mahal.
“Semua data dan bukti sudah kami serahkan langsung ke Kapolri dan Jaksa Agung. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan. Kami akan kawal ini sampai tuntas,” tegasnya.
Diberi Tenggat Dua Minggu, Jika Bandel Akan Ditindak
Pemerintah memberikan tenggat waktu dua minggu kepada para pelaku usaha untuk segera melakukan perbaikan dan menghentikan seluruh bentuk pelanggaran. Batas akhir diberikan hingga 10 Juli 2025.
"Mulai hari ini, tidak boleh ada lagi beras yang dijual di atas HET, tidak sesuai mutu, atau dengan berat yang dikurangi. Bila masih ditemukan, kami tidak ragu membawa ke ranah hukum," tegas Amran.
Ia juga mengajak seluruh pelaku industri beras untuk berbenah dan kembali pada etika usaha yang sehat. “Pangan adalah urusan hajat hidup orang banyak. Kalau ini dibiarkan, dampaknya bisa menggoyahkan stabilitas ekonomi nasional,” tuturnya.
Dukungan Kejaksaan dan Polri untuk Penegakan Hukum
Mendukung langkah tegas pemerintah, Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Sesjam Pidsus) Andi Herman menyatakan, temuan ini merupakan pelanggaran serius terhadap regulasi yang mengatur mutu, harga, dan distribusi pangan.
Ini termasuk praktik markup serta pelanggaran berat pada integritas mutu dan takaran. Karena beras merupakan komoditas subsidi negara, kerugian yang ditimbulkan jadi berlipat, baik bagi negara maupun rakyat," jelas Andi.
Sementara itu, Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menambahkan bahwa praktik pengemasan dan pelabelan menyesatkan adalah pelanggaran berat terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
"Jika dalam dua minggu masih ditemukan pelanggaran, kami akan melakukan tindakan hukum dengan ancaman pidana hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar," tandasnya dikutip dari Antara.