Loading
Bos pabrik Pil PCC, Beny Setiawan (rompi merah kemeja kotak-kotak) dituntut hukuman mati oleh jaksa di Pengadilan Negeri Serang, Kamis (3/7/2025).(KOMPAS.COM/RASYID RIDHO)
SERANG, BANTEN, ARAHKITA.COM — Kasus peredaran narkotika skala besar kembali mengguncang publik. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Serang menuntut hukuman mati terhadap Beny Setiawan, yang diduga menjadi otak di balik produksi dan distribusi narkoba jenis PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol) dari sebuah pabrik ilegal di Kota Serang, Banten.
Tuntutan ini dibacakan dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Serang, Kamis (3/7/2025), dengan majelis hakim yang diketuai Bony Daniel. Dalam sidang tersebut, jaksa Engelin Kamea menyampaikan bahwa Beny terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 113 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Beny Setiawan dengan pidana mati,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan.
Istri dan Anak Tak Luput dari Jerat Hukum
Dalam tuntutan terpisah, istri Beny, Reni Maria Setiawan, dituntut hukuman penjara seumur hidup atas perannya dalam transaksi keuangan dan pembelian bahan baku pembuatan narkoba. Sementara anak mereka, Andrei Fathur Rohman, dituntut 20 tahun penjara serta denda sebesar Rp1 miliar dengan subsider dua bulan kurungan.
Sejumlah terdakwa lain yang diduga turut terlibat dalam jaringan ini, yakni Abdul Wahid, Jafar, Acu, Hapas, Faisal, dan Muhamad Lutfi, juga menghadapi tuntutan pidana mati. Adapun Burhanudin, yang merupakan salah satu karyawan Beny, dituntut hukuman penjara seumur hidup.
Menurut jaksa, tuntutan berat dijatuhkan karena dampak merusak dari perbuatan para terdakwa terhadap generasi muda dan keselamatan masyarakat. Meski demikian, beberapa terdakwa dinilai kooperatif dan bersikap sopan selama proses persidangan, yang menjadi catatan sebagai faktor meringankan.
Kendalikan Produksi dari Penjara
Dari dakwaan yang disampaikan di pengadilan, Beny diketahui mengendalikan operasi produksi narkotika dari balik jeruji besi sejak Juni 2024. Ia disebut menerima pesanan sebanyak 270 koli dari seseorang bernama Agus (DPO) dengan nilai transaksi mencapai Rp5,13 miliar, serta 80 koli dari Faisal senilai Rp2,72 miliar.
Pabrik tempat produksi berada di sebuah rumah di Kelurahan Lialang, Kecamatan Taktakan, Kota Serang. Lokasi tersebut dilengkapi dengan dua mesin tablet, alat pengaduk, serta bahan kimia utama seperti paracetamol, kafein, dan carisoprodol.
Penggerebekan terhadap pabrik ilegal ini dilakukan oleh tim Badan Narkotika Nasional (BNN) RI pada 30 September 2024. Dalam operasi tersebut, petugas mengamankan 10 tersangka serta menyita berbagai bahan baku dan peralatan produksi narkoba dikutip Antara.