Rabu, 31 Desember 2025

Hasto Bantah Matikan HP saat OTT KPU: Tuduhan Tanpa Bukti, Banyak Kemungkinan


 Hasto Bantah Matikan HP saat OTT KPU: Tuduhan Tanpa Bukti, Banyak Kemungkinan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memasuki ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/7/2025). (ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menegaskan bahwa tudingan dirinya sengaja mematikan ponsel saat terjadi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak didukung bukti yang kuat.

Dalam sidang pembacaan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/7/2025), Hasto menyebut banyak kemungkinan mengapa ponselnya tidak aktif saat itu, mulai dari presentasi, baterai habis, hingga alasan lain yang tidak bisa diingat secara rinci.

“Saya sendiri tidak bisa mengingat dengan detail apakah pada saat itu HP saya memang dalam keadaan mati,” ujar Hasto dalam nota pembelaannya.

Hasto menambahkan, dalam berbagai kegiatan resmi seperti rapat dengan Presiden, menteri, atau pejabat negara lainnya, dirinya terbiasa mematikan telepon seluler demi menjaga konsentrasi. Termasuk saat memberi pemaparan di sebuah acara, Hasto menyebut dirinya fokus sebagai tamu dan tidak membuka berita daring sebagaimana yang dituduhkan.

Bantahan soal Kontak dengan Nur Hasan

Salah satu tuduhan jaksa menyebutkan bahwa Hasto mematikan HP dan memberikan instruksi kepada Nur Hasan, penjaga Rumah Aspirasi, untuk menghubungi Harun Masiku usai OTT KPK. Namun Hasto menantang kebenaran tuduhan tersebut.

“Siapa saksi yang mengetahui langsung bahwa saya menghubungi Nur Hasan dan dengan cara bagaimana?” tegasnya.

Dalam persidangan, Nur Hasan sendiri telah menyatakan bahwa ia tidak pernah dihubungi oleh Hasto. Bahkan keduanya mengaku tidak memiliki nomor kontak satu sama lain.

Dituduh Halangi Penyidikan Kasus Harun Masiku

Hasto saat ini menjalani proses hukum atas dugaan menghalangi penyidikan dalam kasus suap yang melibatkan eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, dan Harun Masiku, buronan yang masih belum tertangkap sejak 2020.

Jaksa menuntut Hasto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta, subsider 6 bulan kurungan. Ia diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk merendam ponsel milik Harun Masiku, serta ponselnya sendiri, guna menghindari penyitaan saat OTT oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tidak hanya itu, Hasto juga disebut ikut memberikan suap kepada Wahyu Setiawan bersama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Nilai suap yang disebutkan jaksa mencapai 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta, dengan tujuan memuluskan proses pengganti antar waktu (PAW) anggota legislatif dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku di Dapil Sumatera Selatan I.

Terancam Pasal Berlapis UU Tipikor

Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ia juga dijerat dengan Pasal 65 ayat (1), Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Hukum & Kriminalitas Terbaru