Selasa, 30 Desember 2025

Ruang Marsinah, Wujud Penghormatan Negara untuk Pejuang Buruh


 Ruang Marsinah, Wujud Penghormatan Negara untuk Pejuang Buruh Adik aktivis buruh Marsinah, Wijiyati memandang foto kakaknya usai mengikuti prosesi upacara pemberian gelar pahlawan kepada Marsinah dan sembilan tokoh lainnya di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz.

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Nama Marsinah, sosok buruh perempuan yang menjadi simbol perjuangan keadilan dan keberanian kaum pekerja, kini resmi diabadikan sebagai nama ruang pelayanan hak asasi manusia (HAM) di kantor Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham).

Langkah ini menjadi bentuk penghormatan negara kepada Marsinah, yang baru saja dianugerahi gelar Pahlawan Nasional 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Menteri HAM Natalius Pigai menyebut, penamaan “Ruang Marsinah” bukan sekadar simbol, melainkan pengingat abadi atas keberanian seorang buruh perempuan dalam memperjuangkan hak asasi manusia, keadilan sosial, dan martabat pekerja di Indonesia.

“Marsinah adalah wajah keberanian yang memperjuangkan martabat manusia. Penamaan ini adalah wujud penghormatan kami atas perjuangannya yang menjadi bagian penting dari sejarah HAM Indonesia,” ujar Pigai dalam keterangannya di Jakarta.

Jejak Marsinah, Inspirasi Tak Lekang Waktu

Pigai menegaskan, semangat Marsinah adalah semangat kemanusiaan yang tak boleh padam. Ia berharap kehadiran Ruang Marsinah dapat menjadi pengingat bagi seluruh jajaran Kemenham untuk terus berpihak kepada yang lemah, melayani tanpa diskriminasi, dan menegakkan keadilan bagi setiap warga negara.

Ruang pelayanan publik tersebut berlokasi di lantai 1 Gedung K.H. Abdurrahman Wahid, yang kini menjadi pusat layanan masyarakat di bidang HAM.

“Dengan menamai ruangan ini sebagai ‘Ruang Marsinah’, kami ingin memastikan dedikasi dan pengorbanannya tidak hilang ditelan waktu,” tegas Pigai dikutip Antara.

Dari Pabrik Arloji ke Panggung Sejarah

Marsinah dikenal sebagai buruh pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS) di Sidoarjo, Jawa Timur. Pada 1993, ia memimpin aksi mogok kerja menuntut kenaikan upah sesuai standar pemerintah.

Namun perjuangannya harus berakhir tragis. Setelah beberapa rekannya ditahan di Kodim Sidoarjo, Marsinah sempat mendatangi markas tersebut untuk menanyakan nasib mereka. Tiga hari kemudian, tepatnya 8 Mei 1993, tubuh Marsinah ditemukan di sebuah gubuk di Nganjuk dengan tanda-tanda penyiksaan berat.

Kasus kematiannya hingga kini belum pernah benar-benar tuntas, namun semangat perjuangannya terus hidup — menjadi inspirasi bagi para pekerja dan aktivis di Indonesia.

Kini, lewat Ruang Marsinah, nama dan semangatnya kembali hidup dalam wajah institusi negara yang berkomitmen melindungi hak asasi manusia.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Hukum & Kriminalitas Terbaru