Selasa, 30 Desember 2025

Korea Selatan Targetkan Ambil Alih Kendali Militer Masa Perang dari AS


 Korea Selatan Targetkan Ambil Alih Kendali Militer Masa Perang dari AS Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung. (Antaranews)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Pemerintahan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung akan berupaya mengambil kembali kendali operasional militer masa perang (wartime operational control/OPCON) dari Amerika Serikat selama masa kepemimpinannya.

Langkah tersebut diumumkan sebagai bagian dari cetak biru peta jalan kebijakan lima tahun yang dirilis oleh Komite Perencanaan Urusan Negara, Rabu (13/8). Namun, dokumen cetak biru tersebut belum kebijakan final, masih akan melalui proses peninjauan sebelum kemungkinan diadopsi oleh kabinet Lee.

Kendali OPCON menjadi isu sensitif dalam hubungan militer antara Seoul dan Washington. Saat ini, Kepala Staf Gabungan Korea Selatan memegang kendali di masa damai, namun kendali masa perang tetap berada di tangan Komando Pasukan Gabungan yang dipimpin Amerika Serikat. Lebih dari 28.500 tentara AS masih ditempatkan di Semenanjung Korea.

 

Dalam uji kelayakan dan kepatutan oleh parlemen, Menteri Pertahanan Korea Selatan Ahn Gyu-back menyampaikan bahwa pemerintahan Lee akan berupaya mengambil kembali kendali operasional masa perang, yang akan membutuhkan pembicaraan mendalam dengan Amerika Serikat.

Peta jalan tersebut menyatakan bahwa pemerintahan Lee berkomitmen untuk “menormalkan” hubungan dengan Korea Utara dengan beralih ke arah rekonsiliasi dan kerja sama.

Menurut Komite Perencanaan Urusan Negara, dengan melembagakan perdamaian dan koeksistensi, pemerintah akan berupaya mengubah apa yang disebut risiko Semenanjung Korea menjadi keunggulan Semenanjung Korea.

Segera setelah terpilih sebagai presiden, Lee melarang pengiriman selebaran anti-Pyongyang melintasi perbatasan, serta membongkar infrastruktur siaran propaganda, sebuah inisiatif yang dibalas dengan tindakan serupa oleh Korea Utara.

Pemerintah juga menunda sebagian latihan gabungan dengan AS, latihan yang sering dikritik oleh Korea Utara.

Meskipun Pyongyang juga telah menghentikan siaran propaganda, Seoul melaporkan bahwa Korea Utara mulai melepas pengeras suara di sepanjang perbatasan. Korea Utara juga berhenti menerbangkan balon berisi sampah ke wilayah Korea Selatan.

Seoul turut menekankan “diplomasi pragmatis” untuk meningkatkan Korea Selatan sebagai kekuatan diplomatik setingkat “G7 plus” dan membangun kekuatan militer elite yang mampu menangkal ancaman nuklir, misil, dan siber dari Korea Utara.

Secara khusus, dilansir Antara, Lee dijadwalkan terbang ke Jepang minggu depan untuk menggelar pertemuan puncak dua hari dengan Perdana Menteri Shigeru Ishiba pada 23–24 Agustus, sebelum ia terbang ke AS untuk pertemuan puncak pertamanya dengan Presiden Donald Trump.

Ini akan menjadi pertama kalinya seorang presiden Korea Selatan mengunjungi Jepang sebelum bertemu dengan pemimpin AS.

Adapun untuk mencapai target dalam cetak biru tersebut, pemerintahan Lee diperkirakan memerlukan perubahan terhadap 951 undang-undang dan peraturan, serta anggaran terpisah sekitar 152 miliar dolar AS (sekitar Rp2.447,9 triliun) hingga tahun 2030.

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru