Loading
Kursi kosong delegasi Israel terlihat selama Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara di markas besar PBB di New York, 22 September 2025. ANTARA/Xinhua/Li Rui
BRUSSEL, ARAHKITA.COM – Dukungan terhadap Palestina semakin menguat di panggung internasional. Pada Sidang Majelis Umum PBB (UNGA) ke-80, Senin (22/9), lima negara Eropa resmi mengumumkan pengakuan mereka atas Palestina. Langkah ini menambah daftar panjang negara yang menyatakan dukungan terhadap berdirinya Negara Palestina.
Prancis menjadi negara besar Eropa terbaru yang mengakui Palestina. Presiden Emmanuel Macron menegaskan bahwa “masa perdamaian telah tiba” dan mendorong realisasi solusi dua negara. Selain Prancis, Belgia, Luksemburg, Malta, dan Monako juga menyampaikan pengakuan yang sama.
Sehari sebelumnya, Inggris dan Portugal, bersama Australia serta Kanada, sudah lebih dulu mengambil langkah serupa. Dengan demikian, kini lebih dari 150 negara anggota PBB secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara.
Mengapa Eropa Kian Banyak Mengakui Palestina?
Gelombang pengakuan ini tidak lepas dari eskalasi konflik di Gaza dan Tepi Barat. Aksi militer Israel yang menelan banyak korban sipil, ditambah meningkatnya kekerasan oleh pemukim Israel, mendorong negara-negara Eropa untuk menegaskan sikap mereka.
Menurut analis politik Faruk Boric, penderitaan panjang rakyat Gaza telah mengikis klaim moral Barat, sementara tekanan publik melalui demonstrasi besar-besaran di kota-kota Eropa membuat para pemimpin tidak bisa lagi menunda keputusan.
Selain faktor kemanusiaan, pengakuan Palestina juga dianggap bagian dari upaya Eropa memperkuat “otonomi strategis”. Negara-negara seperti Prancis ingin menunjukkan peran independen mereka dalam diplomasi global, terutama di Timur Tengah.
Reaksi Israel
Israel menanggapi pengakuan ini dengan tegas. Perwakilan Israel di PBB, Danny Danon, menyebut langkah Eropa “tidak memajukan perdamaian” dan justru “mendukung terorisme.”
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan menegaskan tidak akan ada Negara Palestina di sebelah barat Sungai Yordan. Ia berencana menyampaikan pidato resmi di PBB pada Jumat (26/9/2025), dengan kemungkinan mengumumkan kebijakan baru, termasuk memperluas permukiman di Tepi Barat.
Apa Dampaknya ke Depan?
Meski banyak pihak menganggap pengakuan ini lebih bersifat simbolis, dampak diplomatiknya tidak bisa diabaikan. Status keanggotaan penuh Palestina di PBB masih terganjal veto Amerika Serikat di Dewan Keamanan.
Gedung Putih sendiri menyatakan pengakuan Palestina tidak akan menyelesaikan konflik. Presiden Donald Trump menyebut langkah itu “hanya hadiah bagi Hamas.”
Namun sejumlah lembaga think-tank menilai pengakuan Palestina justru memperkuat posisi tawar dalam negosiasi, bukan sekadar simbol politik. Di sisi lain, langkah ini juga memperlebar jurang antara AS dan sekutu tradisionalnya di Eropa.
“Aliansi global sedang berubah. Kita melihat AS dan Israel berhadapan dengan mayoritas negara Eropa,” ujar Karim Amellal, mantan diplomat Prancis dilansir Antara.
Gelombang pengakuan Palestina di Eropa kini dipandang sebagai titik balik penting. Pertanyaannya, apakah langkah ini akan membuka jalan menuju perdamaian, atau justru menambah ketegangan geopolitik dunia?