Loading
Ilustrasi - Paus Leo XIV saat memberikan homili dalam misa inaugurasinya di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Minggu (18/5/2025) pagi. (Tangkapan Layar Vatican News)
KOTA VATIKAN, ARAHKITA.COM — Paus Leo XIV menyampaikan pesan mendalam bagi dunia pendidikan calon imam. Dalam surat yang ditulis untuk memperingati 400 tahun berdirinya Seminari Trujillo di Peru, Paus menegaskan bahwa menjadi imam bukanlah jalan pintas untuk menghindari persoalan hidup, melainkan panggilan untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Surat Paus tersebut menjadi bagian dari Ruang Pendidikan Imam — sebuah tulisan reflektif yang dialihbahasakan dari versi bahasa Jerman oleh Padre Marco, dan kini menjadi bahan renungan bagi banyak calon imam di seluruh dunia.
“Imamat tidak boleh direduksi hanya menjadi sebuah penahbisan atau simbol status,” tulis Paus Leo XIV. “Ia bukan pelarian dari masalah pribadi, bukan tempat berlindung dari kesulitan emosional, keluarga, atau sosial. Imamat adalah penyerahan diri yang tulus, yang hanya bisa terjadi dalam kebebasan sejati.”
Paus yang pernah menjadi misionaris Agustinian di Peru pada era 1980-an itu juga mengingatkan agar para pembina imam memeriksa dengan saksama niat setiap calon.
“Tuhan perlu memperjelas dan memurnikan niat mereka,” ujarnya. Menurutnya, kejujuran di hadapan Tuhan dan para pembimbing spiritual menjadi dasar penting dalam pembinaan seorang imam.
Lebih jauh, Paus Leo XIV menekankan bahwa imamat tidak boleh diukur berdasarkan standar duniawi. “Jika imamat dipandang sebagai hak istimewa atau jabatan semata, maka maknanya akan hilang,” tulisnya. “Mereka yang datang dengan motif picik ibarat membangun rumah di atas pasir—rapuh dan mudah runtuh.”
Dalam pesannya, Paus juga mengingatkan pentingnya keseimbangan antara kehidupan rohani dan akademik. “Kesalehan tanpa pengetahuan akan menjadi sentimentalitas; sementara pengetahuan tanpa doa akan terasa kering dan dingin,” katanya. Karena itu, calon imam diharapkan terus menempuh “jalan koreksi batin” dan “proses berkelanjutan untuk menimbang roh” agar mampu melayani dengan hati yang bersih dan terbuka.
Surat Paus Leo XIV ini menjadi refleksi kuat tentang arti sejati panggilan imamat: bukan pelarian, bukan status, melainkan bentuk tertinggi dari kebebasan dan pengabdian.