Loading
Ilustrasi - Raja Charles, yang saat itu menjabat sebagai Pangeran Wales, bertemu Paus Fransiskus dalam kunjungannya ke Vatikan pada tahun 2019. (Foto: Handout media Vatikan/EPA)
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Sebuah peristiwa bersejarah akan terjadi bulan depan. Raja Charles III dijadwalkan berdoa bersama Paus Leo XIV dalam sebuah kebaktian ekumenis di Kapel Sistina, Vatikan. Ini akan menjadi kali pertama dalam 500 tahun terakhir seorang raja Inggris yang sedang berkuasa berdoa bersama Paus — sejak Raja Henry VIII memisahkan Gereja Inggris dari Roma pada tahun 1534.
Kunjungan kenegaraan Raja Charles dan Ratu Camilla ke Vatikan pada 22–23 Oktober mendatang disebut sebagai “momen penting” bagi hubungan antara Gereja Katolik dan Gereja Inggris, di mana Raja Charles III menjabat sebagai Gubernur Tertinggi.
Selain menghadiri kebaktian di Kapel Sistina, pasangan kerajaan juga akan mengunjungi Basilika Santo Paulus di Luar Tembok. Tempat suci ini memiliki sejarah panjang dengan kerajaan Inggris sejak masa Raja Offa dan Æthelwulf, yang ikut mendukung pemeliharaan makam Santo Paulus di basilika tersebut.
Sebagai tanda penghormatan dan niat baik, Paus Leo XIV mengusulkan agar Raja Charles menjadi “konfrater kerajaan” bagi biara tersebut—gelar kehormatan yang menandakan persaudaraan spiritual antara kedua pemimpin religius. Raja pun menyetujui usulan tersebut.
Menariknya, sebuah kursi khusus berhias lambang kerajaan Inggris telah disiapkan untuk Raja Charles di dalam basilika. Kursi ini akan digunakan selama ibadah ekumenis dan tetap disimpan di area apse basilika sebagai simbol abadi persahabatan dan penghormatan antara kedua pemimpin. Kursi itu juga akan tersedia bagi pewaris dan penerus Raja Charles di masa mendatang.
Seorang juru bicara Istana Buckingham menyebutkan, “Ini akan menjadi kunjungan kenegaraan pertama sejak Reformasi di mana Paus dan Raja akan berdoa bersama di Kapel Sistina. Ini juga pertama kalinya seorang raja Inggris menghadiri kebaktian di St. Paul’s Outside the Walls, gereja yang memiliki hubungan panjang dengan kerajaan Inggris.”
Dari pihak Gereja Inggris, langkah Raja Charles dianggap mencerminkan semangat rekonsiliasi. “Selama berabad-abad hubungan antara Inggris dan Kepausan diwarnai ketegangan dan saling tidak percaya. Namun, gerakan ekumenis yang berkembang sejak awal abad ke-20 membantu membuka jalan bagi kerja sama dan dialog lintas iman,” ujar seorang juru bicara Gereja Inggris dilaporkan The Guardian.
Ia menambahkan, gelar konfrater yang diberikan kepada Raja Charles tidak mengubah posisi konstitusionalnya sebagai Gubernur Tertinggi Gereja Inggris, namun menjadi penghargaan atas upaya pribadi sang raja dalam mempererat hubungan antaragama dan membangun harmoni sosial.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Inggris menyebut kunjungan ini sebagai momentum penting di tengah ketidakpastian global. “Hubungan Inggris dan Takhta Suci lebih relevan dari sebelumnya. Kunjungan kenegaraan ini akan memperkuat kerja sama dan menunjukkan komitmen bersama terhadap perdamaian,” ungkap juru bicara kementerian tersebut.
Sebagai catatan, Ratu Elizabeth II juga pernah melakukan kunjungan resmi ke Vatikan pada tahun 1961, namun saat itu tidak diikuti dengan doa bersama. Langkah yang diambil Raja Charles kali ini pun semakin menegaskan komitmen spiritual dan diplomatik baru antara Inggris dan Tahta Suci—sebuah jembatan yang telah lama dinanti.