Loading
Arsip foto - Tentara Kamboja berjaga di kawasan perbatasan Prey Chan, Banteay Meanchey, Kamboja (29/8/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aa.
WASHINGTON, ARAHKITA.COM – Upaya meredakan ketegangan di perbatasan Thailand–Kamboja mendapat perhatian langsung dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pada Jumat (14/11/2025), Trump melakukan panggilan telepon terpisah dengan para pemimpin Kamboja dan Thailand, menyusul meningkatnya bentrokan yang mengancam stabilitas kawasan Asia Tenggara.
Seorang pejabat Gedung Putih menyampaikan bahwa Amerika Serikat juga berkoordinasi dengan Malaysia untuk membantu memulihkan situasi. Meski tidak merinci siapa yang dihubungi Trump, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengonfirmasi bahwa ia telah berbicara langsung dengan Presiden AS tersebut.
Dalam pernyataannya di platform X, Anwar menyebut bahwa baik Thailand maupun Kamboja sepakat menarik pasukan dari wilayah perbatasan, selaras dengan pendekatan dalam Kerangka Perjanjian Perdamaian Kuala Lumpur. Ia juga menyambut langkah proaktif Trump yang menghubungi kedua negara untuk memastikan setiap perbedaan diselesaikan secara tertib dan damai.
Ketegangan memuncak setelah bentrokan pada Rabu (12/11/2025) yang menewaskan satu warga sipil dan melukai tiga orang lainnya. Insiden tersebut terjadi hanya beberapa hari setelah Thailand menangguhkan pakta perdamaian yang selama ini menjadi dasar pengaturan militer di perbatasan.
Kamboja kemudian mengevakuasi ratusan warga dari desa Prey Chan sebagai langkah antisipasi. Sementara itu, militer Thailand membantah tuduhan bahwa pasukannya melakukan “penembakan tak beralasan”. Mereka menegaskan justru menerima tembakan lebih dulu dari pihak Kamboja sebelum membalas sesuai aturan keterlibatan.
Dalam pernyataan resminya di Facebook, Tentara Kerajaan Thailand menegaskan bahwa respons mereka dilakukan sebatas untuk meredakan situasi, melindungi kedaulatan negara, dan memastikan keselamatan personel dilansir Antara.
Dengan eskalasi yang terus bergerak cepat, intervensi diplomatik dari berbagai pihak—termasuk Amerika Serikat dan Malaysia—dianggap krusial untuk mencegah konflik terbuka yang bisa mengguncang keamanan kawasan.