Loading
Ilustrasi - Penerbangan. ANTARA/Anadolu/PY/pri.
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Pemerintah Venezuela bergerak cepat setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyuarakan opsi untuk menutup akses penerbangan di atas negara tersebut. Wakil Presiden Venezuela, Delcy Rodriguez, pada Minggu (30/11/2025) menyampaikan bahwa Caracas tengah menyiapkan langkah khusus untuk mengatur arus keberangkatan dan pemulangan warga negara mereka.
Rodriguez menuturkan bahwa seruan Washington tersebut muncul setelah adanya dorongan dari tokoh oposisi Venezuela, Maria Machado. Respons ini kemudian mendorong pemerintah Venezuela mengantisipasi kemungkinan pembatasan akses udara secara sepihak.
Sebagai bentuk kesiapsiagaan, Presiden Nicolas Maduro disebut telah memerintahkan program khusus yang memprioritaskan repatriasi warga Venezuela yang sedang berada di luar negeri. Tak hanya itu, pemerintah juga menyiapkan jalur keberangkatan alternatif bagi warganya yang tetap harus melakukan perjalanan udara.
Venezuela menilai ancaman ini tidak sah secara hukum internasional. Karena itu, pemerintah telah mengaktifkan jalur diplomasi melalui kerja sama multilateral agar tindakan yang dianggap intimidatif ini dapat dihentikan. Caracas juga meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) untuk turun tangan serta mengecam sikap Amerika Serikat.
Dalam beberapa bulan terakhir, tensi antara kedua negara kembali meningkat. Amerika Serikat mengklaim aktivitas militernya di kawasan Karibia bertujuan memberantas perdagangan narkoba, termasuk operasi penenggelaman kapal yang diduga membawa barang ilegal di sekitar perairan Venezuela pada September dan Oktober. Laporan
NBC bahkan menyebutkan bahwa militer AS tengah menimbang skenario penindakan lebih luas terhadap jaringan kriminal di wilayah tersebut dikutip Antara.
Trump sebelumnya menegaskan bahwa masa kepemimpinan Maduro tinggal menunggu waktu, namun ia memastikan tidak ada rencana perang terbuka terhadap Venezuela. Sementara itu, Caracas memandang rangkaian tindakan AS sebagai bentuk provokasi yang berpotensi mengganggu stabilitas kawasan serta melanggar prinsip demiliterisasi dan bebas nuklir di Karibia.