Rabu, 31 Desember 2025

Akademisi Minta Pemerintah Libatkan TGPF dan Penyintas Tragedi Mei 1998 dalam Penulisan Sejarah


  • Senin, 16 Juni 2025 | 09:00
  • | News
 Akademisi Minta Pemerintah Libatkan TGPF dan Penyintas Tragedi Mei 1998 dalam Penulisan Sejarah Pemerintah diminta libatkan TGPF dalam penulisan sejarah tragei 98. (Tempo.co)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Akademisi dan pemerhati sosial, Dr. Serian Wijatno, mengimbau pemerintah melibatkan mantan anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Tragedi Mei 1998 serta para penyintas dalam proses penulisan ulang sejarah nasional.

Seruan ini muncul sebagai tanggapan atas pernyataan yang menyebut kekerasan seksual dalam kerusuhan tersebut hanya sebagai rumor. Menurut Serian, keterlibatan pihak-pihak yang pernah menangani dan mengalami langsung tragedi itu penting untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan publik yang belum terungkap.

“Sayangnya, dalam rencana penulisan ulang sejarah ini, transparansi justru terabaikan, terutama terkait peristiwa menjelang era reformasi yang meninggalkan luka dalam sejarah bangsa,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

 

Dia menjelaskan bahwa Tragedi Mei 1998 merupakan salah satu titik gelap dalam perjalanan sejarah Indonesia. Kerusuhan yang melanda berbagai kota besar bukan hanya menimbulkan kerusakan fisik dan ekonomi, tetapi juga trauma sosial yang mendalam.

Di tengah kekacauan itu, kata dia, terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan. Peristiwa sedih itu tercatat dalam laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk bersama pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden BJ Habibie.

Selain mengandalkan sejarawan, menurut dia, tim penyusun dan pemerintah bisa melibatkan atau meminta masukan juga dari tokoh-tokoh yang duduk dalam TGPF Tragedi Mei 1998, seperti K.H. Said Aqil Siradj, Bambang Wijayanto, Dai Bachtiar, dan tokoh lainnya.

Bahkan tak sedikit penyintasnya yang masih hidup untuk diambil kesaksiannya sehingga akan memperkaya perspektif.

Menurut dia, upaya itu perlu dilakukan semata-mata demi penulisan sejarah yang benar-benar transparan, karena bagian sejarah Indonesia harus dipahami generasi muda

"Justru kalau ini tidak dibuka secara transparan malah akan menimbulkan kecurigaan, sementara peristiwanya sendiri sudah mendunia," katanya.

Secara pribadi, dia tidak menginginkan bahwa sejarah dijadikan medan tarik-menarik kepentingan politik jangka pendek. Dengan sejarah yang transparan, menurut dia, kebenaran tidak boleh disangkal hanya karena tidak nyaman.

"Itu adalah bentuk tanggung jawab moral untuk membuka ruang penyembuhan bagi mereka yang telah lama diam karena takut dan terluka," katanya.

Editor : Lintang Rowe

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru