Loading
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas. (Antaranews)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas menyatakan akan melakukan audit terhadap Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk mendorong transparansi dalam sistem pembayaran royalti musik.
Rencana tersebut, kata Supratman, akan lebih dulu dibicarakan bersama pihak-pihak terkait guna menyamakan persepsi dan menyusun langkah ke depan yang lebih akuntabel.
“Khusus royalti, ini lagi mau kami kumpulkan LMKN dan LMK-nya. Kami akan minta supaya ada audit, baik LMK maupun LMKN,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin malam.
Dia menegaskan pelaksanaan audit bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk menentukan sistem pemungutan royalti yang paling tepat.
Pasalnya, kata dia, tuntutan publik terhadap royalti musik tidak salah karena terkait dengan transparansi penggunaan sistem, khususnya mengenai besaran royalti yang dipungut serta mekanisme penyalurannya.
"Nah, karena itu, hanya mekanisme audit yang bisa memberi kita gambaran seperti itu," ucap dia.
Baca juga:
Presiden Setuju Pengesahan RUU KUHAP, Menkum HAM Tegaskan Urgensi Pembaruan Hukum Acara PidanaDengan demikian, Supratman menuturkan pihaknya akan mengumpulkan semua pihak untuk mendapatkan masukan terkait penarikan royalti.
Dia pun meminta LMKN nantinya bisa mengundang semua pelaku usaha untuk membahas hal tersebut.
"Tapi yang saya mau tegaskan bahwa satu, tidak boleh membebani UMKM terutama. Itu yang paling penting," ungkap Supratman dikutip Antara.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia meminta pemerintah untuk memperbaiki tata kelola royalti musik yang saat ini menjadi polemik di tengah masyarakat.
Chusnunia menjelaskan perbaikan tata kelola menjadi penting, terutama saat ini para pelaku usaha sedang cemas dengan risiko hukum bila memutar musik di tempat usahanya.
Sementara itu, Chusnunia saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Kamis (14/8), memahami bahwa terdapat aturan terkait pemutaran musik di ruang publik seperti kafe yang mengharuskan membayar royalti kepada pemegang hak cipta.
Aturan tersebut seperti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.