Loading
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Andi Rizaldi dalam acara Business Gathering Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kimia Farmasi dan Kemasan (BBSPJIKFK) 2024 di Jakarta, Kamis (17/10/2024). ANTARA/HO-Kemenperin.
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen dari Amerika Serikat terhadap produk Indonesia justru dipandang sebagai peluang strategis untuk memperkuat industri obat berbahan alam dalam negeri. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, momen ini bisa menjadi titik balik bagi kebangkitan sektor jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka di pasar nasional maupun global.
Menurut Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi, Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor dalam sektor farmasi. Oleh karena itu, penguatan industri obat bahan alam menjadi langkah penting dalam mengurangi ketergantungan sekaligus mendorong kemandirian nasional di bidang kesehatan.
"Justru di tengah kondisi seperti ini, kami melihat peluang besar untuk memajukan industri obat bahan alam," ujar Andi di Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Indonesia saat ini memiliki potensi pasar yang besar, dengan total 23.576 produk obat berbahan alam. Jumlah tersebut mencakup lebih dari 23.000 produk jamu, 77 obat herbal terstandar, dan 20 fitofarmaka. Besarnya jumlah ini menunjukkan potensi luar biasa yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut.
Dukungan untuk Industri Kecil Menengah
Untuk memaksimalkan potensi ini, Kemenperin menyasar penguatan di sektor industri kecil dan menengah (IKM). Salah satu fokus utama adalah membantu IKM dalam proses sertifikasi, yang selama ini kerap menjadi kendala teknis maupun administratif.
"Kita ingin menyisir pelaku usaha skala kecil karena mereka biasanya memiliki keterbatasan. Di sinilah peran pemerintah dibutuhkan untuk memberi dukungan," kata Andi.
Langkah ini sejalan dengan tren positif ekspor obat bahan alam dari Indonesia. Tercatat pada periode Januari hingga September 2024, nilai ekspor mencapai USD 639,42 juta atau sekitar Rp10,37 triliun (mengacu kurs Rp16.224 per dolar AS). Angka ini menandakan ekspansi industri yang signifikan dan menjanjikan di pasar global.
Jenis Industri dan Inisiatif Fasilitas Produksi
Saat ini, industri obat bahan alam di Indonesia terdiri atas berbagai bentuk usaha, seperti:
Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT)
Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA)
Industri Obat Tradisional (IOT)
Guna mendukung pertumbuhan sektor ini, Kemenperin mendorong pembangunan House of Wellness, yaitu fasilitas terpadu yang mendukung proses produksi dan teknologi manufaktur obat berbahan alami.
Fasilitas tersebut dilengkapi dengan peralatan modern untuk pengolahan simplisia (bahan alami segar dan kering), mulai dari sortasi, pencucian, penirisan, perajangan, hingga proses pengeringan. Upaya ini bertujuan meningkatkan kualitas produksi, efisiensi proses, dan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Kolaborasi Pemangku Kepentingan Jadi Kunci
Andi menegaskan, keberlanjutan dan pertumbuhan industri ini memerlukan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, hingga lembaga riset. Dengan dukungan lintas sektor, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama dalam industri obat bahan alam global dikutip Antara.